16/12/14

Definisi Alquran

     
Definisi Alquran Secara Etimologi
Dari segi bahasa terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian Alquran. Sebagian berpendapat , penulisan lafal Alquran dibubuhi hamzah. Pendapat lain mengatakan penulisannya tanpa dibubuhi huruf hamzah. Asy-Syafi’i[1], Al-Farra, dan al-Asy’ari[2] termasuk di antara ulama yang berpendapat bahwa lafal Alquran ditulis tanpa huruf hamzah.[3]
As-Syafi’i mengatakan, lafal Alquran yang terkenal itu bukan musytaq (pecahan dari akar kata apapun) dan bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf hamzah ditengahnya, jadi dibaca Alquran). Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian menurut As-Syafi’i, lafal tersebut bukan berasal dari kata qara-a (membaca), sebab kalau arti katanya qara-a, tentu tiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai Alquran, sama dengan nama Taurat dan Injil.[4]
Al-Farra’[5], sebagaimana As-Syafi’i, berpendapat, Alquran bukan musytaq dari kata qara-a, tetapi pecahan dari kata qarain (jamak dari qarinah) yang berarti; kaitan, karena ayat-ayat Alquran satu sama lain saling berkaitan. Karena itu, huruf nun pada akhir lafal Alquran adalah huruf asli bukan huruf tambahan. Dengan demikian, kata Alquran itu dibaca dengan bunyi Alquran, bukan Alqur’an.[6]
Masih sejalan dengan pendapat di atas, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan, lafal Alquran adalah musytaq atau pecahan dari kata qarn. Ia mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai bisysyai (menggabungkan sesuatu dengan sesuatu). Kata qarn dalam hal ini bermaksud gabungan atau kaitan karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran saling bergabung dan berkaitan.[7]
Tiga pendapat di atas pada prinsipnya berkesimpulan bahwa lafal Alqur’an adalah Alquran (tanpa huruf hamzah ditengahnya). Hal ini berbeda dengan pemakaian kaidah pembentukan kata yang umum digunakan dalam bahasa Arab. Meskipun demikian, ketiga pendapat tersebut memperlihatkan fungsi dan kedudukan Alquran sebagai kitabullah yang ayat-ayatnya saling berkaitan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan yang serasi.
Di antara para ulama yang berpendapat bahwa lafal Alquran ditulis dengan tambahan huruf hamzah ditengahnya adalah Al-Zajjaj,  dan Al-Lihyani.[8]
Menurut Al-Zajjaj, lafal Alqur'an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya berdasarkan pola kata (wazn) fu’lan. Lafal tersebut bentukan (musytaq) dari akar kata qar’un yang berarti jam’un. Selanjutnya ia mengemukakan contoh kalimat quri’al ma’u fil-haudi, yang artinya: air itu dikumpulkan dalam kolam. Dalam kalimat ini kata qar’un bermakna jam’un yang dalam bahasa Indonesia bermakna kumpul. Alasannya, Alqur’an “mengumpulkan” atau “menghimpun” intisari kitab-kitab suci terdahulu.[9]
Sebagaimana Al-Zajjaj, Al-Lihyani berpendapat bahwa lafal Alqur’an itu bermakna yang dibaca masdar (dimaknakan dengan isim maf'ul). Menurut pendapat yang terkenal mengatakan bahwa karena Alquran itu dibaca, maka dia dinamakan Alqur'an (dengan hamzah).[10]
Menurut nukilan dari Al-Jahidh bahwa Allah menamakan kitab-Nya dengan nama yang berlainan dari nama yang dipakai orang Arab untuk nama bagi himpunan-himpunan perkataan mereka (sya'ir dan khatbah). Allah menamakan kumpulan kalam-Nya dengan Alquran. Orang Arab menamakan kumpulan sya'irnya dengan dewan. Allah menamakan sebagian dari Alquran dengan surat, sebagaimana orang Arab menamakan sebagian dari isi dewannya dengan qasidah. Allah menamakan sebagian dari surat Alquran dengan ayat, sebagaimana orang Arab menamakan sebagian dari qasidahnya dengan qafi (qafiyah).[11]
Pendapat yang terakhir ini merupakan pendapat yang lazim dipegang oleh masyarakat umumnya. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasbi Ash-Siddieqy mengatakan, Alquran menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Alquran adalah masdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu maqru’, yang dibaca.[12] Sedangkan, Mana’ Al-Qaththan mengatakan bahwa Alquran berarti berkumpul dan  menghimpun. Qira’ah, menghimpunkan huruf-huruf dan kata-kata itu antara satu sama lain pada waktu membaca Alqur’an berasal dari kata qira’ah. Berasal dari kata qara’a, qira’atan, qur’anan.[13] Beliau juga mengutip ayat:
   
"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu."[14]
Lafal qara’a yang bermakna tala (membaca) diambil orang-orang Arab dari bahasa Aramia dan digunakan dalam percakapan sehari-hari.[15]
Belakangan, para sarjana Barat pada umumnya menerima pemikiran Frederich Schwally bahwa qur'an merupakan derivasi (isytiqaq) dari bahasa Siria atau Ibrani, yaitu qeeyana, qiryani, yang berarti "lection", "bacaan" atau "yang dibaca", yang digunakan dalam liturgy Kristen. Menurut Shubhi Al-Shalih, kemungkinan terjadinya pinjaman dari bahasa Semit lainnya dalam kasus ini bisa saja dibenarkan, mengingat kontak-kontak yang dilakukan orang-orang Arab dengan dunia luarnya. Lewat kontak-kontak semacam itu, berbagai kota non-Arab telah dimasukan ke dalam bahasa Arab atau "diarabkan".[16]
Dalam mengikuti beberapa pendapat di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa secara bahasa Alquran berarti saling berkaitan, berhubungan antara satu ayat dengan ayat lain, dan berarti pula bacaan. Semua pengertian ini memperlihatkan kedudukan Alquran sebagai kitabullah yang ayat-ayat dan surat-suratnya saling berhubungan, dan ia merupakan bacaan bagi kaum muslimin.
      
      Definisi Alquran Secara Terminologi
Dari segi istilah, terdapat banyak definisi yang diungkapkan oleh para ahli. Berikut definisi para ahli Ilmu Alquran dalam mengartikan Alquran beserta penjelasannya:
a.       Manna’ Al-Qaththan
Alquran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., Dan membacanya adalah ibadah.
Terma kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah Alquran perkataan yang berasal selain dari Allah, seperti perkataan manusia, jin dan malaikat. Perkataan Alquran itu berasal dari Allah SWT:
   
"Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."[17]
  
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."[18]
 Dengan rumusan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., berarti tidak termasuk Alquran segala sesuatu yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw., Seperti Zabur, Taurat dan Injil. Selanjutnya dengan rumusan “membacanya adalah ibadah” maka tidak termasuk hadis-hadis Nabi. Alquran diturunkan Allah dengan lafal-Nya. Membacanya adalah perintah, karena itu, membaca Alquran adalah ibadah.[19]
b.      Drs. Zainal Abidin S.
Alquran adalah kalam Allah SWT. Yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad Saw., dan membacanya adalah ibadah.
Dengan difinisi ini, kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW. Tidak dinamakan Alquran. Seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa AS. Atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS. Demikian pula kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.,. yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi dan tidak pula dinamakan Alquran.[20]
c.       Ahmad Von Denffer[21]
Alquran adalah firman Allah yang disampaikan lewat Rasulullah Muhammad Saw., Lewat perantaraan malaikat Jibril, yang makna dan pelafalannya secara tepat sampai pada kita melalui beberapa orang (tawatur), baik secara lisan ataupun lewat tulisan. Yang tak tertirukan dan khas, dan selalu di bawah lindungan Allah dari kemungkinan disalahgunakan.[22]
d.      Inu Kencana Syafiie[23]
Alquran adalah kitab suci yang diturunkan Allah SWT. Tuhan semesta alam, kepada Rasul dan Nabi-Nya yang terakhir Muhammad Saw., Melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir zaman.
Sebagai kitab suci terakhir, Alquran bagaikan miniatur alam raya yang memuat segala disiplin ilmu pengetahuan, serta merupakan sarana penyelesaian segala permasalahan sepanjang hidup manusia. Alquran merupakan wahyu Allah yang Maha Agung dan “bacaan mulia” serta dapat dituntut kebenarannya oleh siapa saja, sekalipun akan menghadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin canggih dan rumit (sophisticated).
Kata pertama dalam wahyu pertama (the first revelation), bahkan menyuruh manudia membaca dan menulis. Membaca (iqra’) lebih jauh dijabarkan sebagai usaha menalarkan ilmu pengetahuan, sedangkan menulis (kalam) dijabarkan sebagai usaha menyebarluaskan ilmu pengetahuan, seperti melalui komputer, faximail dll.
Hal yang sangat mengagumkan bagi para illmuan yang bertahun-tahun melaksanakan penelitian di laboratorium, mereka menemukan keserasian antara ilmu pengetahuan hasil penelitian mereka, dengan pernyataan-pernyataan Alquran dalam ayat-ayatnya. Ayat itu sendiri dalam bahasa Arab berarti “tanda” maksudnya tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Sehingga dengan demikian, ada dua jenis ayat yaitu yang ada di alam raya, dan yang ada di dalam Alquran. Kedua jenis tersebut sangat erat signifikansinya. Jadi, tepatlah kiranya bila para pakar mengatakan bahwa khusus untuk agama Islam, kitab sucinya yang bernama Alquran sama sekali tidak menghambat perkembangan ilmu bahkan sebaliknya, mendorong setiap perkembangan disiplin ilmu pengetahuan itu sendiri.
Setiap ilmuan yang melakukan penemuan, pembuktian ilmiah tentang hubungan Alquran dengan ilmu pengetahuan akan menyuburkan perasaan yang gilirannya melahirkan keimanan kepada Allah SWT. Serta dorongan untuk taat kepada kehendak-Nya.
Tidak pada tempatnya lagi orang-orang yang memisahkan ilmu keduniawian yang dianggap sekuler, seperti ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu sosial dengan segala cabangnya terhadap ilmu-ilmu Alquran. Para ilmuan dapat sekuler tetapi ilmu pengetahuan itu sendiri tidak sekuler.[24]
Bila penyelidikan tentang alam raya ini adalah ilmiah, mana mungkin pencipta alam itu sendiri tidak ilmiah. Bila pencampuran dan persenyawaan unsur-unsur adalah ilmiah, mana mungkin pencipta setiap unsur itu sendiri tidak ilmiah. Bila pengaturan alam raya ini dari atom yang terkecil sampai dengan planet yang terbesar adalah ilmiah, mana mungkin pengatur alam raya itu sendiri tidak ilmiah. Begitu pula bila pembicaraan hal-hal kenegaraan adalah ilmiah, mana mungkin pencipta perbedaan watak individu yang menjadikan beranekaragam ideologi itu tidak ilmiah.
Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa persatuan umat Islam seluruh dunia. Peribadatan dilakukan dalam bahasa Arab, sehingga menimbulkan kesatuan yang dapat dilihat pada waktu sholat jama’ah dan ibadah haji. Selain itu, bahasa Arab tidak berubah. Jadi sangat mudah diketahui apabila Alquran hendak ditambahi atau dikurangi. Banyak orang yang buta huruf terhadap bahasa nasionalnya, tetapi mahir membaca Alquran (mengaji) bahkan sanggup menghapal Alquran secara keseluruhan.
Alquran tidak lain adalah peringatan bagi seluruh umat manusia (bangsa-bangsa), Alquran dalam bahasa aslinya (Arab) mempunyai daya tarik dan keindahan yang deduktif, didapatkan dalam gayanya yang singkat tetapi cemerlang, bertenaga ekspresif, berenergi eksplosif dan bermankna kata demi kata.
Dalam Alquran ada lebih kurang 854 ayat yang menanyakan mengapa manusia tidak menggunakan akal (afala ta’qilun), yang menyuruh manusia untuk bertafakur memikirkan (tafakkarun) terhadap Alquran dan alam semesta, serta menyuruh manusia untuk mencari ilmu pengetahuan.[25]
Alquran dikatakan sebagai mukjizat yang diam apabila relatif, dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat yang pernah diturunkan Allah kepada para nabi pendahulunya.
Nabi Musa AS. Misalnya, selain memiliki kitab suci Taurat, juga memiliki tongkat yang dapat menjadi ular dan membelah laut merah diantara Afrika dan Asia. Hal ini diberikan Allah SWT. Karena di zaman tersebut orang-orang sedang gandrungnya akan sihir, sehingga Allah menghendaki Rasul-Nya yang lebih mapan dan berkemampuan.
Sebagai contoh lainnya, Nabi Isa AS., selain memiliki kitab suci Injil, beliau juga memiliki sepasang tangan yang atas izin Allah, dapat menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang buta. Hal ini diberikan Allah Karen di zaman itu orang-orang harus memiliki Rasul-Nya yang lebih mapan dan berkemampuan, karena rendahnya tingkat keimanan, namun sampai keberangkatan Nabi Isa AS. Murid beliau tidak lebih dari 12 orang saja.
Muhammad, sebagai Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, yang diharapkan pengaruhnya sampai di akhir zaman, kendati kemajuan ilmu yang semakin canggih, Nabi Muhammad Saw., harus memiliki mukjizat yang penuh ilmiah. Sebagaimana yang diketahui, bahwa hasil setiap penelitian dan penemuan seorang ilmuan atau pakar, disuguhkan kepada kita melalui sebuah buku. Itulah sebabnya mukjizat utama Nabi Muhammad Saw., adalah Alquran, yang sekaligus menghimpun Taurat, Zabur dan Injil tersebut di atas. Sedangkan mukjizat Nabi Muhammad Saw., yang lain seperti membelah bula dan memancarkan air dari ujung jarinya tidak terlalu dipopulerkan, untuk menjaga pengkultusan. Oleh karenanya, mukjizat itu diam sehingga diharapkan umat islam untuk aktif.[26]
e.       Al-Jurjani[27]
هوالمنزل علي الرسول المكتوب في المصاحف المنقول عنه نقلا متواترا بلاشبهة والقران عنداهل الحق هوالعلم اللدني الاجمالي الجامع للحقائق كلها
“Alquran ialah kitab yang diturunkan kepada Rasul, tertulis dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa syubhat, sedangkan Alquran itu menurut penuntut kebenaran ialah ilmu laduni secara globlal yang mencakup segala hakikat kebenaran.”[28]
f.       Dr. Subhi Al-Shalih[29]
القران هوالكتاب المعجز المنزل علي النبي صلي الله عليه وسلم المكتوب في المصاحف المنقول عليه بالتواتر المتعبد بتلاوته
“Alquran adalah firman Allah yang bersifat atau berfungsi mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian nabi Muhammad Saw.) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang tertulis di dalam mushaf-mushaf. Yang dinukil atau diriwayatkan dengan jalan mutawatir, dan yang dipandang beribadah membacanya.”[30]
g.      Ali Ash-shobuni[31]
القران هو كلام الله المعجز المنزل علي خاتم الانبياء والمرسلين بواسطة الامين جبريل عليه السلام المكتوب بالمصاحف المنقول الينا بالتواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة الفاتحة المختتم بسورة الناس
“Alquran ialah kalamullah yang mu’jiz diturunkan kepada penutup para Nabi dan para Rasul, dengan perantaraan yang dapat dipercaya yaitu Jibril AS. Yang ditulis dalam mushafdan dinukilkan kepada kita dengan mutawatir, serta diperintah membacanya, diawali dengan surat Al-Fatiihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.”[32]
h.      Prof. TM. Hasby Ash-Siddiqie[33]
Alquran adalah wahyu yang diterima oleh malaikat Jibril dari Allah SWT. dan disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw., Yang tak dapat ditandingi oleh siapapun, yang diturunkan berangsur-angsur lafaz dan maknanya, yang dinukilkan dari Muhammad Saw., kepada kita umatnya dengan jalan mutawatir, dan tertera dengan sempurna dalam mushaf baik lafaznya, maupun maknanya, sedang yang membacanya diberi pahala, karena membaca Alquran dihukumkan suatu ibadah.[34]
Alquran itu wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Muhammad Saw., yang telah disampaikan kepada umatnya dengan jalan mutawatir, yang dihukum kafir orang yang mengingkarinya.[35]
i.        Az-Zarqani[36]
Alquran itu adalah lafaz yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., dari permulaan surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.[37]
j.        Abdul Wahab Khalaf[38]
القران هو كلام الله الذي نزل به الروح الامين علي رسول الله محمد ابن عبدالله بالفاظه العربية ومعانيه الحقة ليكون حجة للرسول علي انه رسول الله ودستور للناس يهتدون بهداه, يتعبدون بتلاوته وهو المدون بين دفتي المصحف, المبدوء بسورة الفاتحة المختوم بسورة الناسو المنقول الينا بالتواتر كتابة و مشافحة جيلا عن جيل محفوظا من اي تغييراو تبديل
“Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kedapa hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ar-Ruh Al-Amin (Jibril AS.) dengan lafaz-lafaznya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Alquran itu terhimpun dalam mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir[39] dari generasi kegenerasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari perubahan atau pergantian.”[40]
Dari definisi-definisi tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Alquran adalah kitab Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., melalui malaikat Jibril secara berangsung-angsur, yang tidak dapat ditandingi oleh manusia baik dari segi bahasa maupun isinya, dimanapun dan di waktu kapanpun, yang diriwayatkan dengan cara mutawatir tanpa ragu lagi, tertulis dalam mushaf-mushaf, dihukum kafir orang yang mengingkarinya, mendapat pahala orang yang membacanya, serta manjadi petunjuk bagi manusia.
Berbagai definisi tersebut, masing-masing antara satu dan lainnya tampak saling melengkapi. Dari bermacam definisi tersebut tampak pula perbedaan antara sifat-sifat yang dimiliki Alquran dengan kitab-kitab lainnya. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut:[41]
a.       Isi Alquran
Dari segi isi, Alquran adalah kalam Allah atau firman Allah. Dengan sifat ini, ucapan Rasulullah, malaikat, jin dan sebagainya tidak dinamakan Alquran. Kalam Allah mnmpunyai keistimewaan-keistimewaan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh perkataan lainnya.[42]
b.      Cara turunnya
Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., Alquran merupakan kalam Allah yang diturunkan, bukan kalam-Nya yang tidak diturunkan, seperti firman Allah:
  
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."[43]
Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang disampaikan melalui perantara malaikat Jibril. Dengan demikian, jika ada wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., tanpa perantara malaikat Jibril, seperti hadis qudsi, tidaklah termasuk Alquran. Atau mungkin wahyu-wahyu lainnya yang tidak tertulis yang disampaikan Tuhan kepada manusia dalam bentuk ilham dan sebagainya tidaklah disebut Alquran. Alquran terbatas pada jenis wahyu yang tertulis dalam bahasa Arab dan disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., melalui malaikat Jibril.[44]
c.       Pembawanya
Dari segi pembawanya, Alquran diturunkan depada Nabi Muhammad Saw., Beliau adalah seorang Rasul yang dikenal dengan gelar al-Amin (terpercaya). Dengan demikian, Zabur, Taurat, Injil dan maupun suhuf-suhuf lainnya bukanlah Alquran, karena tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
d.      Fungsinya
 Dalam definisi Alquran tersebut di atas disebutkan bahwa Alquran antara lain berfungsi sebagai dalil atau petunjuk atas kerasulan Muhammad Saw., pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan.
e.       Susunannya
Alquran terhimpun dalam suatu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surat-surat. Ayat-ayat Alquran disusun sesuai dengan petunjuk Nabi Saw., karena itu, susunan ayat ini bersifat tauqifi[45]. Sedangkan urutan surat yang dimulai dengan Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Al-Nas disusun berdasarkan ijtihad dan kerja keras para sahabat di zaman pemerintahan Abu Bakar dan Utsman bin Affan.[46] Para sahabat yang menyusun Alquran itu terkenal jujur, cerdas, pandai, sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya dan hidup serta menyaksikan hal-hal yang berkaitan pada waktu ayat Alquran turun.
Alquran diriwayatkan secara mutawatir. Alquran harus diriwayatkan atau dinukilkan secara mutawatir. Dengan demikian, tidak ada sekecil apapun bagian dari Alquran yang tidak dikenal secara luas di kalangan masyarakat Islam di setiap generasi. Di dalamnya tidak ada yang gharib (asing).[47]
f.       Membacanya dinilai sebagai ibadah
Alquran memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki oleh yang lainnya, yaitu membacanya dinilai sebagai suatu ibadah (khusus). Dengan demikian, hadis qudsi bukanlah Alquran karena tidak memiliki keistimewaan di atas.[48]
Telah disebutkan sebelumnya beberapa definisi terminologi terhadap Alquran dari para ahli. Secara ringkas, dari definisi-definisi tersebut mengandung beberapa hal yang pasti ada di tiap definisi yaitu:
a.       Kalamullah
Alquran adalah kalamullah[49], firman Allah SWT., telah dijelaskan sebelumnya bahwa Alquran bukanlah perkataan manusia, jin ataupun malaikat. Alquran tidak berasal dari pemikiran manusia baik berupa perkataan biasa ataupun berbentuk sya'ir, bukan pula sihir dan bukan pula hasil dari pemikiran filsafat.
   
"Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."[50]
b.      Mukjizat
Kata I'jaz Alquran merupakan murokab idhofi yang terdiri dari dua kata yaitu i'jaz dan Alquran. Kata mukjizat secara bahasa adalah mashdar dari kata 'ajaza, yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Selanjutnya Quraish Shihab menjelaskan bahwa pelakunya yang melemahkan itu dikatakan mu'jiz bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol, sehingga mampu membungkam lawan, maka ia dinamakan mukjizat. Tambahan ta' marbuthoh pada akhir kata mukjizat mengandung makna mubalaghoh (superlatif).[51]
Kata mukjizat terambil dari fi'il tsulatsi mujarrat 'ajaza yang berarti lemah, lawan dari qowy yang artinya kuat/mampu, sedangkan definisi i'jaz al-Qur'an para ulama mempunyai kesamaan pendapat sebagaimana terdapat dalam kitab al-Itqan fi Ulumil Quran dan juga pada Mabahis fi Ulum Alquran maksudnya; suatu yang luar biasa yang ditandai dengan adanya tantangan sementara ia selamat dari perlawanan.[52]
Mukjizat al-Qur'an dapat disimpulkan dengan suatu kejadian yang luar biasa, ajaib dan menakjubkan, yang diakui oleh seorang yang mengaku nabi, yang melemahkan manusia baik sendiri ataupun secara kolektif untuk mendatangkan yang serupa/menyerupainya, dan lawan tidak mampu menyainginya.[53]
Yang dimaksud i'jaz dalam pembicaraan ini ialah menampakan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Alquran, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Alquran digunakan Nabi untuk menantang orang-orang Arab tetapi mereka tidak sanggup menghadapinya, padahal mereka sedemikian tinggi tingkat fasahah dan balaghah-nya. Hal ini tidak lain karena al-Qur'an adalah mukjizat. Dalam konteks untaian Alquran adalah minimal satu surat walau pendek, atau tiga ayat atau satu ayat yang panjang seperti ayat kursi (Q.S. al-Baqarah: 225).[54]
   
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."[55]
   
"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".[56]
  
"Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Alquran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".[57]
  
"Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar."[58]
c.       Diturunkan Kepada Nabi Muhammad Saw.
Alquran itu khusus diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., sedangkan yang diturunkan kepada Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad Saw., -seperti Taurat kepada Nabi Musa, Zabur kepada Nabi Daud dan Injil kepada Nabi Isa- tidak disebut dengan Alquran. Demikian pula hadis qudsi, tidak bisa disamakan dengan al-Qur'an.
Al-Qur'an menjelaskan dalam surat asy-Syura ayat 51 tentang bagaimana Allah menurunkan wahyu-Nya:
   
"Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[59] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana."[60]
Dijelaskan dalam ayat di atas, tiga metode penurunan wahyu. Kadang kala, Allah menurunkan wahyu dengan "membisikan" secara langsung ke dalam hati Nabi dan tidak ada keraguan dalam hati Nabi bahwa itu benar dari Allah. Berdasarkan hadis sahih Ibnu Hibban bahwa Rasulullah Sallallahu'alaihi wasallam berkata:
إِنَّ رُوْحَ الْقُدُسِ نَفَثَ فِي رُوعِي أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتْى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا وَأَجَلَهَا، فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَب
"Sesungguhnya Ruh Qudus (Jibril) menghembuskan ke dalam hatiku bahwa tidak ada jiwa yang mati sampai sempurnalah rizqinya dan telah tiba ajalnya, maka bertaqwalah kepada Allah dan tetaplah mencari (rizki) di jalan yang benar."[61]
Kedua, Allah menurunkan wahyu-Nya dari balik tirai. Sebagaimana yang terjadi pada Nabi Musa 'alaihis salam. Nabi Musa memohon untuk melihat Allah setelah berbicara kepada-Nya, tetapi Allah tidak mengizinkan. Dalam kitab hadis shohih, diriwayatkan bahwa Rasulullah berkata kepada Jabir bin Abdullah:
مَا كَلَّمَ اللهُ أَحَدًا إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
"Allah tidak berkata-kata kepada siapapun kecuali dari balik tabir."
Begitulah yang ditegaskan dalam hadis bahwa tidak ada yang berbicara secara langsung kepada Allah kecuali terhalang oleh tabir. Ketiga, Allah menurunkan wahyu dengan cara mengutus utusan (Jibril) kepada Rasul-Nya, kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi.
Dalam menyampaikan wahyu, terkadang malaikat Jibril menampakan wujud aslinya,[62] menyerupai sosok manusia,[63] disampaikan langsung ke dalam hati Nabi tanpa menampakan diri, mimpi yang benar dan atau malaikat datang dalam bentuk gemerincing lonceng; inilah cara yang paling berat bagi Nabi.[64] Sebagaimana keterangan 'Aisyah:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat."[65]
d.      Diturunkan Secara Mutawatir
Secara singkat, mutawatir maksudnya diriwayatkan oleh orang banyak, yang mana orang banyak itu tidak mungkin untuk bersepakat dalam kedustaan.
e.       Membacanya Bernilai Ibadah
Berbeda dengan buku-buku tulisan manusia bahkan hadis Nabi Muhammad Saw., al-Qur'an memiliki kekhususan tersendiri karena membacanya saja bernilai ibadah di mata Allah SWT.
Rasulullah Saw., bersabda dari Aisyah radhiallahu 'anha:
الماهربالقران مع السفرة الكرام البرارة والذي يقراء القران ويتعتع فيه وهوعليه شاق له اجران
"Orang yang membaca Alquran dan dia pandai membacanya maka dia akan bersama malaikat yang mulia dan berbakti. Adapun orang yang membaca Alquran dan tidak lancer membacanya dan berat baginya maka dai akan mendapatkan dua pahala."[66]



[1] Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: محمد بن إدريس الشافعي) yang akrab dipanggil Imam Syafi'i (Ashkelon, Gaza, Palestina, 150 H / 767M - Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besarSunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
[2] Abul al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari, salah seorang perantara dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Al-Asy'ari lahir tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M [1] Al-Asy'ari lahir di Basra, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad. pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912 dia mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah. Di depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran Muktazilah). Kemudian ia mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahanya".
[3] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995, hal. 50.
[4] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995, hal. 52.
[5] Al-Farra’ adalah seorang ulama ahli nahwu dan terkenal pula sebagai ahli bahasa Arab di Kufah. Nama aslinya adalah Yahya bin Ziyad al-Dailami dan dijuluki Abu Zakariya. Ia menulis buku tentang Ma’ani Alquran (makna Alquran). Wafat tahun 207 H.
[6] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,  hal. 52.
[7] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995, hal. 52.
[8] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,  hal. 53.
[9] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995, hal. 53.
[10] TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012. Hal. 3.
[11] TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012, hal. 4
[12] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995, hal. 53.         
[13] Mana' Al-Qaththan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I, Rineka Cipta, Jakarta, 1993. Hal. 11.
[14] Q.S. Al-Qiyamah 17-18.
[15] Abuddin Nata, Alquran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995, hal. 54.
[16] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press. Hal. 4.
[17] Q.S Al-Kahfi: 109.
[18] Q.S. Luqman: 27.
[19] Mana’ul Quthan, op. cit., hal. 12-13.
[20] Zainal Abidin S., Seluk-Beluk Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal. 1-2.
[21] Ahmad Von Denffer lahir di Jerman pada tahun 1949, menyelesaikan pendidikan tentang Islam dan Sosial Antropologi dari Universitas Mainz, ia adalah Wakil Presiden U.K. Dewan Internasional yang berbasis Informasi Islam, ia juga anggota pendiri Organisasi Amal Islam Internasional, Kuwait, beberapa karyanya yang telah diterbitkan meliputi: a) A Day with the Prophet. b) German Translation of "Nawawi’s Forty Hadith". c) Islam for Children. d) Christians in the Qur’an and the Sunnah. e) Ulum Al-Qur’an: An Introduction to the Sciences of the Qur’an. f) Research in Islam: Basics, Principles & Practical Suggestions.
[22] Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, Rajawali Press, Jakarta, 1988. Hal. 9.
[23] Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si. (lahir di Nagari Simalanggang, Payakumbuh, Sumatera Barat, Indonesia, 14 Juni 1952; umur 62 tahun) adalah seorang staf pengajar dan rektor dari Universitas Pandanaran Semarang masa bakti 2010-2014. Ia sebelumnya sempat berprofesi sebagai PNS tepatnya sebagai staf pengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Ia terkenal setelah berhasil membongkar beberapa kasus kriminal yang terjadi di sekolah tersebut. Selain sebagai dosen, Inu Kencana juga dikenal sebagai penulis buku aktif hingga saat ini. Buku terlaris yang ditulis oleh Inu Kencana adalah IPDN Undercover.
[24] Inu Kencana Syafiie, Alquran dan Ilmu Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000. Hal.1-2.
[25] Inu Kencana Syafiie, Alquran dan Ilmu Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000. Hal. 3.
[26] Inu Kencana Syafiie, Al-Qur’an Adalah Filsafat, Perca Press, Jakarta, 2003. Hal. 55.
[27] Abu Al-Hasan Ali bin Abdul Aziz bin Al-Hasan Al-Jurjani (bahasa Arab: أبو الحسن علي بن عبدالعزيز بن الحسن الجرجاني), atau lebih dikenal dengan Al-Qadhi Al-Jurjani lahir di Gorgan, Persia Utara dan tidak diketahui tahun kelahirannya, wafat di Ray, Persia pada tahun 392 H/1001. Ia adalah seorang ulama di bidang bahasa dan sastra Arab.
[28] Masyhuri Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1987. Hal. 1.
[29] Subhi Saleh ( lahir 19 September 1953 ) adalah seorang pengacara Mesir dan seorang anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin . Dari tahun 2005 sampai 2010, ia mewakili distrik Alexandria Ramla di Parlemen Mesir , milik blok Ikhwanul Muslimin. Pada tanggal 2 April 2003, dia ditangkap (bersama dengan anggota lain dari kepemimpinan Ikhwanul Muslimin Alexandria ) .
[30] Masyhuri Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1987. hal. 2.
[31] Prof. DR. Muhammad Ali Ash Shabuni (bahasa Arab: محمد علي الصابوني, lahir di Aleppo, Suriah, 1 Januari 1930; umur 84 tahun) adalah seorang mufassir dan ulama yang berasal dari Suriah, dan merupakah salah seorang Guru Besar ilmu tafsir di Umm Al-Qura University, Makkah, Saudi Arabia.
[32] Masyhuri Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1987, hal. 3.
       [33] Profesor Doktor Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy lahir di Lhokseumawe , 10 Maret 1904 – meninggal di Jakarta, 9 Desember 1975 pada umur 71 tahun. Ayahnya Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husien ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama’ terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pondok. Ibunya Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz , merupakan anak seorang Qadi Kesultanan Acheh ketika itu. Menurut salasilah, Hasbi ash Shiddieqy adalah berketurunan Abu Bakar al-Shiddiq (573-13/634M) yaitu khalifah yang pertama. Beliau merupakan generasi ke 37 dari Abu Bakar al-Shiddiq yang meletakkan gelaran ash Shiddieqy diakhir namanya. Menurut catatan, karya tulis yang telah dihasilkannya berjumlah 73 judul buku, terdiri dari 142 jilid, dan 50 artikel. Sebagian besar karyanya adalah buku-buku fiqh yang berjumlah 36 judul. Sementara bidang-bidang lainnya, seperti hadis berjumlah 8 judul, tafsir 6 judul, dan tauhid 5 judul, selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum. Karya terakhirnya adalah Pedoman Haji, yang ia tulis beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Karya Hasbi paling fenomenal adalah Tafsir an-Nur. Sebuah tafsir al-Qur`an 30 juz dalam bahasa Indonesia. Karya ini fenomenal karena tidak banyak ulama Indonesia yang mampu menghasilkan karya tafsir semacam itu.
[34] Abudin Nata, Alquran dan hadis, Rajawali Press, 1995. Hal. 55.
[35] TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012. Hal. 2-3.
[36] Salah satu ilmuan muslim yang berpengaruh. Karyanya telah menjadi bagian dari perkembangan ilmu asronomi hingga bentuknya yang sekarang ini. Sering dikatakan umat Islam memberikan kontribusa yang sanga besar pada astronomi. Az-Zarqali adalah salah satu ilmuawan muslim yang membuktika dari kenyataan itu.
[37] Abudin Nata, Alquran dan hadis, Rajawali Press, 1995, hal. 55.
[38]  Ia adalah guru besar bidang ilmu usul fikih dari Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Tokoh yang satu ini, memiliki beberapa buah karya dalam bidang ilmu Ushul al-Fiqh. Kepakarannya dalam bidang ini tak perlu diragukan. Sebab, dari karya-karyanya, menggambarkan luasnya pengetahuan dan kedalaman ilmu si penulisnya. Dan, bagi mahasiswa yang intens mendalami materi hukum Islam, nama Abd al-Wahab Khallaf senantiasa disebut bersamaan dengan karya-karya dalam usul fikih itu. Ia membahas berbagai macam kaidah-kaidah usul fikih dan mengkaji berdasarkan pemahamannya dari karya-karya ulama terdahulu, seperti Muhammad bin Idris asy-Syafii dan Jalaluddin as-Suyuthi. Sebagaimana pokok pembahasan ilmu usul fikih, Abd al-Wahab Khallaf, juga membahas bidang-bidang pokok itu. Seperti sumber-sumber hukum Islam, mulai dari Alquran, Hadis, Ijma, Qiyas, Ijma sahabat, Maslahah al-Mursalah, Syaddu adz-Dzarai, Hukum Adat, Istihsan, dan Istishab. Tak lupa pula, Abd al-Wahab mengupas tujuan, prinsip, serta asas hukum Islam. Termasuk, kaidah usul fikih yang lima, yakni ,Al-Masyaqqat Tajlib at-Taisir, al-'Adah Muhakkamah, Ad-Dlararu Yuzalu, Al-Yaqinu La Yuzalu bi asy-Syak dan al-Umuru bi Maqashidiha.Polemik negara IslamNamun, tak hanya bidang usul fikih, Dr Abd al-Wahab Khallaf juga terkenal dengan penguasaan pada bidang ilmu tata negara (al-ahkam as-Sulthaniyah atau as-Siyasah).
       [39] Diriwayatkan oleh orang banyak, yang mana orang banyak itu tidak mungkin untuk bersepakat dalam kedustaan.
[40] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang. hal. 7-8.
[41] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal. 8.
[42] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal. 9.
[43] Q.S. Luqman: 27.
[44] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal. 10.
       [45] Susunan tersebut berasal dari petunjuk Nabi.
[46] Abudin Nata, Alquran dan hadis, Rajawali Press, 1995. Hal. 57.
[47] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal. 10-11.
[48] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal. 11.
       [49] Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.
[50] Q.S. An-Najm: 3-4.
[51] Almunadi, Ulumul Qur'an I, Grafika Telindo Press, Palembang, 2012. Hal. 101-102.
[52] Almunadi, Ulumul Qur'an I, Grafika Telindo Press, Palembang, 2012, hal. 102.
[53] Almunadi, Ulumul Qur'an I, Grafika Telindo Press, Palembang, 2012, hal. 102.
[54] Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, 2006. Hal. 182.
[55] Q.S. Al-Baqarah: 23.
[56] Q.S. Al-Isra': 88.
[57] Q.S. Hud: 13.
[58] Q.S. Hud: 38.
[59] Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
[60] Qs. As-syura: 51.
[61] Disampaikan oleh Ahmad Putra Dwitama dalam presentasi makalah Islam Sebagai Agama Wahyu, hal. 6-8.
[62] Ini terjadi dua kali, saat pertama menerima wahyu di gua Hira dan ketika isra' mi'raj.
[63] Seperti ketika malaikat datang kemudian mengajarkan tentang apa itu Islam, Iman dan Ihsan kepada Nabi.
[64] Hafidz Abdurrahman, Ulumul Quran Praktis, Bogor: CV Idea Pustaka Utama, 2003. Hal. 28-31.
[65] Al-Bukhori, Kitab Permulaan Wahyu, hadis no. 2.
[66] H.R. Muslim. No. 798.