09/12/15

Anjing Najis?

oleh: Ahmad Putra Dwitama
Merupakan pengetahuan yang sudah umum bahwa sebagai umat Islam diharuskan untuk selalu berpegang teguh pada Alquran dan hadis. Dua pusaka yang mutlak harus selalu dijadikan pedoman dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh misteri.[1] Tidak ada yang dapat memastikan apa yang akan terjadi di masa depan dengan beragam permasalahan kehidupan. Kehidupan layaknya sepenuhnya malam yang gelap tanpa penerang. Penuh tipu daya dan permainan. Di sinilah posisi urgen Alquran dan hadis, sebagai obor penerang perjalanan hidup umat Islam agar tidak tertipu dengan glamornya kehidupan.[2]
Alquran, dalam perjalanannya, memposisikan dirinya sebagai hudan li al-naas, sebagai petunjuk bagi manusia. Sebuah kitab yang isinya mencakup isi dari kitab-kitab Tuhan sebelumnya. Tidak lepas dari kritik konstruktif atau bahkan kritik destruktif. Dari mulai masa awal penurunannya, penulisannya, sampai saat ini dapat dengan mudah ditemukan di mana-mana, tidak lepas dari studi kritis untuk mempertahankan keotentikannya sebagai wahyu Tuhan.

Metode Tafsir Syi'ah

oleh: Ahmad Putra Dwitama
Alquran adalah sebuah kitab suci yang kaya makna. Hal ini ini dibuktikan bahwa setiap orang bisa memaknai Alquran dengan berbeda, sesuai latar belakang sosial dan latar belakang pengetahuannya. Pantas saja jika Abdullah Darraz memisalkan Alquran dengan permata yang setiap sudutnya memancarkan cahaya. Begitu juga Alquran, setiap sudutnya memancarkan makna yang demikian mendalam, jika hal tersebut dikorelasikan dengan tradisi penafsiran Alquran kontemporer (dalam hal ini hermeneutika, yang selalu menyatukan antara teks dan realitas) maka wajar saja jika hal tersebut terjadi. Karena setiap mufassir selalu membawa latar belakang yang berbeda. Akibatnya, Alquran pun ditafsirkan dengan corak dan ragam yang berbeda-beda pula.