05/11/13

Latar Belakang dan Ruang Lingkup Ilmu Sosial Dasar


LATAR BELAKANG DAN RUANG LINGKUP ILMU SOSIAL DASAR

oleh: Ahmad Putra Dwitama

PENDAHULUAN
Berbagai permasalahan-permasalahan terasa seperti suatu keharusan yang mengiringi perjalanan kehidupan manusia di muka bumi. Semakin tua usia bumi ini, semakin padat penduduk bumi ini, dapat berarti semakin kompleks pula permasalahan yang timbul. Masalah ekonomi, yang mencakup kemiskinan, pengangguran, masalah kepadatan penduduk, masalah politik dan segudang permasalahan lainnya. Mengantarkan manusia sebagai makhluk yang berakal untuk selalu berfikir untuk memecahkan permasalahan yang pada hakikatnya merupakan hasil dari perbuatannya sendiri.
ظهر الفساد في البر والبحر بماكسبت ايدى الناس (الروم:41)
"telah tampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan karena perbuatan  tangan manusia" (QS. Al-Ruum: 41)
Dari sinilah sekiranya, ilmu sosial dasar lahir. Berusaha mengkaji permasalahan yang ada dan berusaha menawarkan solusi bagaimana penyelesaiannya.
Pada makalah kali ini, kami sebagai penyusun akan mencoba menerangkan latar belakang dan ruang lingkup ilmu sosial dasar. Sebelum kami menjelaskan tentang latar belakang dan ruang lingkup ilmu sosial dasar, di sini kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang ilmu sosial, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu sosial dasar itu sendiri.

PEMBAHASAN

1.      Sekilas Tentang Ilmu-Ilmu Sosial, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Dasar

a.       Ilmu-ilmu Sosial
Hingga saat ini, philosophia (filsafat) diyakini sebagai sumber dari semua ilmu pengetahuan. Baik ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu budaya, dan ilmu-ilmu tentang alam, jika dilihat dari asal pengembangannya, akan bermula dari ilmu filsafat. Yang dari ilmu filsafat tersebut, lahirlah 3 cabang ilmu pengetahuan:
1)      Ilmu-ilmu Alamiah (Natural Sciences), meliputi: fisika, kimia, astronomi,biologi, botani dan lain-lain.
2)      Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), meliputi: sosiologi, ekonomi, politik, antropologi, sejarah,psikologi, geografi dan lain-lain.
3)      Ilmu-ilmu Budaya (Humanities), meliputi: bahasa, agama, kesusasteraan, kesenian dan lain-lain.
Kebutuhan manusia di era pembangunan, terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, mendorong kajian ilmu-ilmu social untuk terus berkembang. Di Indonesia sendiri, perkembangan Ilmu-ilmu Sosial dapat dilihat dari kenyataan dengan didirikannya berbagai Universitas-universitas dan Institut-institut negeri yang di dalamnya menyelenggarakan pengajaran mengenai Ilmu Sosial.
b.      Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam dunia pengajaran, ilmu-ilmu social telah mengalami perkembangan sehingga timbullah paham studi-sosial (social studies), atau di Indonesia disebut Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Di Amerika Serikat sendiri, sejak tahun 1940-an sampai saat ini, paham studi social mulai berkembang dan berpengaruh terhadap program kurikulum di sekolah-sekolah.
Paham studi social dipergunakan bagi keperluan pendidikan dan pengajaran, dan bukan merupakan satu disiplin ilmu yang mandiri.
Social studies atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah Ilmu-ilmu Sosial yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah (elementary and secondary school).
Dengan begitu, Ilmu Pengetahuan Sosial ialah ilmu-ilmu social yang dipilih dan disesuaikan bagi penggunaan program pendidikan di sekolah atau bagi kelompok belajar lainnya, yang sederajat.
Materi dari berbagai disiplin ilmu social seperti Geografi, Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Psikologi Sosial, Ekonomi, Ilmu Politik, Ilmu Hukum dan ilmu-ilmu social lainnya, dijadikan bahan baku bagi pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang merupakan panduan (fusi) dari sejumlah mata pelajaran social.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ilmu-ilmu social merupakan dasar daru IPS. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua ilmu-ilmu social secara otomatis dapat menjadi bahan/pokok bahasan dalam IPS. Tingkat usia, jenjang pendidikan dan perkembangan pengetahuan anak didik, sangat menentukan materi-materi ilmu-ilmu social mana yang tepat menjadi bahan/pokok bahasan dalam IPS. Di Indonesia IPS menjadi salah satu mata pelajaran dalam pembaruan kurikulum SD, SMP dan SMA dalam kurun waktu 1975-1976, dan masih berlangsung hingga sekarang bahkan juga diterapkan di madrasah-madrasah pesantren.
c.       Ilmu Sosial Dasar
Ilmu Sosial Dasar (ISD) adalah suatu program pelajaran baru yang dikembangkan di Perguruan Tinggi. Pengembangan Ilmu Sosial Dasar ini sejalan dengan realisasi pengembangan ide dan pembaruan system pendidikan yang bersifat dinamis dan inovatif. Ilmu-ilmu Sosial Dasar (ISD) adalah Ilmu-ilmu Sosial yang dipergunakan dalam pedekatan, sekaligus sebagai sarana jalan keluar untuk mencari pemecahan masalah-masalah social yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Seperangkat konsep-konsep dasar atau pengertahuan dasar ilmu-ilmu social secara interdisiplin atau multidisiplin dipergunakan sebagai alat bagi pendekatan dan pemecahan problema-problema yang timbul dan berkembang dalam masyarakat.
 ISD memberikan dasar-dasar pengetahuan social kepada para mahasiswa, yang diharapkan akan cepat tanggap seta mampu menghadapi dan member alternarif pemecahan masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pengetahuan yang didapat melalui ISD, diharapkan mahasiswa akan mampu mengorientasikan diri berkat penghayatan akan arah perkembangan dalam masyarakat. Setelah mengorientasikan diri secara mantap, paling tidak ia harus mampu mengetahui kea rah mana pemecahan jalan keluar suatu permasalahan itu harus ditempuh. Masalah-masalah social yang berkembang sedemikian kompleks, baik yang bersifat local, regional, nasional maupun internasional seperti pengangguran, urbanisasi, penyelundupan narkotika, pertentangan ras dan pergolakan politik merupakan masalah-masalah social yang harus dilihat serta ditanggulangi dengan segala aspek pengerahuan yang terjalin satu sama lain.

2.      Latar Belakang Ilmu Sosial Dasar
Latar belakang diberikannya Ilmu Sosial Dasar (ISD) dimulai banyaknya kriti-kritik yang ditunjukan pada system pendidikan di Perguruan Tinggi oleh sejumlah cendikiawan terutama sarjana pendidikan, social dan kebudayaan. Mereka menganggap system pendidikan yang tengah berlangsung saat ini, berbau colonial dan masih merupakan warisan system pendidikan pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan dari "politik balas budi" (etische politiek) yang dianjurkan oleh Conrad Theodore Van Deventer, bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga trampil untuk menjadi "tukang-tukang" yang mengisi  birokrasi mereka di bidang administrasi, pedagang, teknik, dan keahlian lain dalam tujuan eksploitasi kekayaan Negara.
Tenaga ahli yang dihasilkan oleh perguruan tinggi diharapkan memiliki tiga jenis kemampuan yang meliputi personal, akademika dan professional.
Kemampuan personal adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga menunjukkan sikap, tingkah laku dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan dan kenegaraan (Pancasila), serta memiliki pandangan luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah uang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Kemampuan akademik adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lesan maupun tertulis, menguasai peralatan analida, mampu berpikir logis, kritis, sistematis dan analitis, mempunyai kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi serta mampu menawarkan alternative pemecahannya.
Kemampuan professional adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli dihafapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
Kita telah mengetahui bahwa Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata, material dan spiritual berdasarkan Pancasila. Bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam pengertian ini maka manusia bukan hanya menjadi obyek pembangunan, tetapi yang terpenting adalah bahwa manudia itu menjadi subyek pembangunan.
Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya sehingga manusia bukan merupakan beban pembangunan, tetapi menjadikan manusia modal atau asset (terpenting) bagi pembangunan. Dalam masalah kependudukan pemikiran ini menjadi jelas: bagaimana menjadikan jumlah penduduk yang besar sebagai modal pembangunan dan bukan hanya beban pembangunan.
Dalam jangka panjang, yang ingin dicapai bukan hanya kualitas teknis yang sangat diperlukan untuk mendukung proses lepas-landas, melainkan juga kualitas lain yang memungkinkan seseorang berkembang menjadi manusia utuh, yaitu manusia yang memiliki sikap hidup yang selaras, serasi dan seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani.
Namun upaya-upaya pembangunan yang dilaksanakan pada saat ini – khususnya pada Negara-degara sedang berkembang – menghadapi tantangan yang berat. Studi-studi yang cermat membuktikan betapa upaya pembangunan di abad-abad lalu relative mudah dibandingkan dengan abad 20, terutama pada akhir-akhir ini.
Pertama, bobot penduduk yang mereka hadapi tidaklah seberat yang dihadapi oleh Negara-negara sedang berkembang saat ini, terutama Indonesia. Perkembangan penduduk yang tinggi, sementara kemampuan mereka untuk menghadapinya tetap tidak tinggi, telah menimbulkan berbagai masalah di bidang social dan ekonomi.
Kedua, sebagai pioneers, Negara-negara Barat tidak menghadapi masalah pemilihan teknologi, apalagi pendidikan teknologi seperti yang dihadapi oleh Negara-negara sedang berkembang saat ini. Dalam kondisi di mana kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi sudah sedemikian majunya, membawa pengaruh yang besar terhadap  intensitas kontak budaya dengan kebudayaan dari luar. Di sini terjadi perobahan orientasi budaya yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa.
Ketiga, hampir semua pioneers itu ditandai oleh sifat homogenitas daripada keadaan social dan kulturalnya, sedangkan Negara-negara sedang berkembang saat ini terpaksa bergelut dengan masalah nation building yang rumit, sementara pada saat yang sama pembangunan ekonomi harus mereka laksanakan. Masyarakat Indonesia adalah merupakan masyarakat majemuk yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, dengan latar belakang sosio-kultural yang beraneka ragam, seperti suku bangsa, agama dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan-ikatan primordial, kesukuan dan kedaeraha tersebut sehingga integrasi nasional tetap terpelihara.

3.      Ruang Lingkup Ilmu Sosial Dasar
Ada 2 masalah yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pembahasan mata kuliah Ilmu Sosial Dasar, yaitu:
1)      Adanya berbagai aspek pada kenyataan-kenyataan yang bersama-sama merupakan suatu masalah social, sehingga biasanya suatu masalah social bisa ditanggapi dengan pendekatan yang berbeda-beda oleh bidang-bidang pengetahuan keahlian yang berbeda-beda, sebagai pendekatan tersendiri, maupun gabungan (antar bidang).
2)      Adanya beraneka ragam golongan dan kesatuan social dalam masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri, tetapi juga adanya amat banyak persamaan kepentingan kebutuhan serta persamaan dalam pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku yang menyebabkan adanya pertentangan-pertentangan maupun hubungan-hubungan setiakawan dan kerjasama dalam masarakat itu.
Berdasarkan ruang lingkup kajian sebagaimana tersebut di atas, kiranya masih memerlukan penjabawan lebih lanjut untuk bisa dioperasionalkan, yaitu ke dalam beberapa pokok bahasan dan sub-pokok bahasan.
Berdasarkan Konsorsium Antar Bidang, maka perkuliahan Ilmu Sosial Dasar dibagi ke dalam 8 Pokok Bahasan (masing-masing dengan sub Pokok Bahasan), sehingga dari perkuliahan tersebut kepada mahasiswa diharapkan:
1)         Mempelajari dan menyadari adanya berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan.
2)         Mempelajari dan menyadari adanya masalah-masalah individu, keluarga dan masyarakat.
3)         Mengkaji masalah-masalah kependudukan dan sosialisadi serta menyadari identitasnya sebagai pemuda dan mahasiswa.
4)         Mempelajari hubungan antara warga Negara dan Negara.
5)         Mempelajari hubungan antara pelapisan social dan persamaan derajat.
6)         Mempelajari masalah-masalah yang dihadapi oleh masuarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.
7)         Mempelajari dan menyadari adanya pertentangan-pertentangan social bersamaan dengan adanya integrasi masyarakat.
8)         Mempelajari usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh manusia untuk memanfaatkan kemakmuran dan pegurangan kemiskinan.

4.      Masalah –Masalah Sosial dan Ilmu Sosial Dasar
Masalah-masalah social yang dihadapi oleh setiap masyarakat manusia tidaklah sama antara yang satu dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan tingkat perkembangan kebudayaan dan masyarakatnya, dan keadaan lingkungan alamnya di mana masyarakat itu hidup. Masalah-masalah tersebut dapat terwujud sebagai: masalah social, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama ataupun masalah-masalah lainnya.
Yang membedakan masalah-masalah social dari masalah-masalah lainnya adalah bahwa masalah-masalah social selalu ada  kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata social, serta selalu ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia dan dengan konteks-konteks normative dimana hubungan-hubungan manusia itu terwujud (Nisbet, 1961).
Pengertian masalah social ada dua pengertian:
1)      Menurut umum atau warga masyarakat bahwa segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umu adalah masalah social.
2)      Menurut para ahli masalah social adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi mereka mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Contoh: masalah pedagang kaki lima di kota-kota besardi Indonesia.
Menurut difinisi umum, pedagang kaki lima bukan masalah social, karena di satu pihak para pedagang kaki lima tersebut dapat memperoleh nafkah untuk dapat melangsungkan kehidupannya, dan di lain pihak para pembeli yaitu para warga masyarakat dengan mudah memperoleh pelayanan dan dengan harga yang pantas untuk taraf ekonomi mereka dari para pedagang kaki lima. Sebaliknya para ahli perencanaan kota, ahli sosiologi dan ahli antropologi akan menyatakan bahwa pedagang kaki lima di kota-kota menjadi sunber utama dari suatu kondisi di mana kejahatan dengan mudah dapat terjadi.
Dengan demikian, suatu masalah yang digolongkan sebagai masalah social oleh para ahli belum tentu dianggap sebagai masalah social oleh umum. Sebaliknya ada juga masalah-masalah yang dianggap sebagai masalah social oleh umum tetapi belum tentu dianggap sebagai masalah social oleh para ahli. Oleh karena itu dengan mengikuti batasan yang lebih tegas dikemukakan oleh lesile (1974), masalah-masalah social dapat di definisikan sebagai: sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan yang karenanya dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki.
Berdasarkan pengertian di atas, maka masalah-masalah social ini pengertiannya terutama ditekankan pada adanya kondisi atau sesuatu keadaan tertentu dalam kehidupan social warga masyarakat yang bersangkutan. Kondisi  atau keadaan social tertentu, sebenarnya merupakan proses hasil dari proses kehidupan manusia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmaniyahnya (manusia harus makan, minum, buang air, bernafas, mengadakan hubungan kelamin, dan sebagainya), kebutuhan-kebutuhan social (berhubungan dengan orang lain, membutuhkan bantuan orang lain untuk memecahkan berbagai masalah, dan sebagainya), dan kebutuhan-kebutuhan kejiwaan ( untuk dapat merasakan aman dan tenteram, membutuhkan cinta kasih dan sayang, dan sebagainya).
Dalam usaha-usaha untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia menggunakan kebudayaan sebagai model-model petunjuk di dalam menggunakan lingkungan alamnya dan sosialnya di masyarakat. Perwujudan ini adalah suatu kondisi atau keadaan di mana manusia itu hidup di dalam masyarakat. Kondisi-kondisi itu bukan sesuatu yang tetap tetapi selalu dalam proses perubahan.

PENUTUP

Dari uraian singkat di atas, setidaknya dapat disimpulkan beberapa hal tentang latar belakang dan ruang lingkup Ilmu Sosial Dasar.
Mengenai latar belakang Ilmu Sosial Dasar, bermula dari banyaknya kritik-kritik yang ditunjukan pada system pendidikan di Perguruan Tinggi oleh sejumlah cendikiawan terutama sarjana pendidikan, social dan kebudayaan. Mereka menganggap system pendidikan yang tengah berlangsung saat ini, berbau colonial dan masih merupakan warisan system pendidikan pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan dari "politik balas budi" (etische politiek) yang dianjurkan oleh Conrad Theodore Van Deventer, bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga trampil untuk menjadi "tukang-tukang" yang mengisi  birokrasi mereka di bidang administrasi, pedagang, teknik, dan keahlian lain dalam tujuan eksploitasi kekayaan Negara.
Adapun ruang lingkup pembahasan Ilmu Sosial Dasar:
1)         Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan.
2)         Individu, Keluarga, dan Masyarakat.
3)         Pemuda dan Sosialisasi.
4)         Warganegara dan Negara.
5)         Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat.
6)         Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan.
7)         Pertentangan-Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat.
8)         Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Drs., H., Dkk, "Ilmu Sosial Dasar", Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Mawari, Drs. Dan Ir. Nur Hidayat, "Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar", Bandung: Pustaka Setia, 2000.
 Herimanto, Drs., M. Pd., M. Si., dan Winarno, S. Pd., M. Si., " Ilmu Sosial dan Budaya Dasar", Jakarta Timur: Bumi Aksara, 2010.
Tumanggor, Rusmin dkk., "Ilmu Sosial dan Budaya Dasar", Jakarta: Kencana, 2012.



0 komentar: