16/06/14

Manusia Serta Kedudukannya Di Bumi

Oleh: Ahmad Putra Dwitama
Pada tahun 1809-1882, seorang ilmuan yang bernama Charles Darwin mengeluarkan sebuah hipotesis evolusi hayat yang menyatakan bahwa manusia adalah bentuk akhir dari evolusi hayat, sedang binatang bersel satu sebagai awal evolusi. Dari hipotesis itu, jelas bahwa Darwin telah menganggap bahwa manusia berada dalam alam binatang, baik akal budinya, kesadaran moral agamanya, semua itu merupakan hasil perkembangan evolusioner.
Jika hipotesis tersebut dikaji tentu sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam. Namun, hipotesis Darwin ini juga tidak mutlak salah karena manusia dan binatang memiliki beberapa kesamaan bila ditinjau dari fungsi tubuh dan psikologisnya. Dalam kajian ilmu mantiq, kita mengenal istilah:
الانسان حيوان ناطق
"Manusia adalah hewan yang berbicara."
Misalnya, bila dilihat dari cirri makhluk hidupnya keduanya melakukan gerak, bernafas, makan, bereproduksi dll. Dari segi insting kedua-duanya memiliki naluri untuk makan, mempertahankan diri, berketurunan, marah jika diganggu dll.[1]
Salah satu perbedaan antara keduanya adalah bahwa manusia mampu mengembangkan dan mengarahkan naluri yang ada, sedangkan hewan bersifat konstan tidak berkembang. Sebagai contoh, seekor burung dalam membuat sarang tidak pernah berubah bentuknya dari dahulu sampai sekarang. Namun, manusia mampu mengembangkannya, dari tinggal di goa-goa ataupun beratapkan daun nipah kini berkembang menjadi gedung tinggi nan megah.
Dalam hal moral dan etika manusia mengenal prinsip halal haram, sedangkan hewan tidak. Dalam pemenuhan hasrat seksual manusia mengenal konsep pernikahan, ayah, ibu, anak. Sedangkan hewan tidak. Dalam bermasyarakat manusia mempunyai adab yang mengacu pada prinsip hukum untuk mewujudkan keadilan, sedang hewan hanya mengacu pada hukum kekuatan. Yang paling fundamental adalah perbedaan  kode etik. Kode etik yang bernilai absolut untuk mengangkat martabat manusia dan membedakannya dari hewan adalah agama. Sebab itu agama adalah kebutuhan primer dari manusia. Jika dalam kehidupan manusia tidak lagi ditemukan kode etik beragama, maka manusia sama seperti hewan, bahkan lebih hina.
Dari aspek historis penciptaannya dalam perspektif Islam manusia disebut sebagai Bani Adam (anak keturunan Nabi Adam). Dalam Alquran tidak disebutkan secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya. Namun Alquran menjelaskan bahwa awal mula manusia bersifat air. Dalam kenyataannya, air adalah komponen paling penting dari sel-sel, hidup tanpa air menjadi tidak mungkin. Hal ini berdasarkan Alquran surat An-Nur ayat 45:
"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."[2]
Secara biologis, manusia dibentuk dari komponen-komponen yang terkandung dalam tanah. Gambaran ini sangat jelas diuraikan dalam berbagai ayat yang menunjukan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan berbagai nama. Seperti ayat-ayat berikut:
Ø  Turab (tanah gemuk)  
"kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya - sedang Dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?"[3]
Ø  Tiinul laazib (tanah liat yang pekat)
"Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa[4] yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat."[5]
Ø  Shalshalun min hamain masnun (tanah liah kering dari lumpur hitam)
  
"dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk."[6]
Ø  Air
"dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[7] dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa."[8]
Asal mula manusia ditinjau dari sisi reproduksi banyak sekali dijelaskan dalam ayat-ayat Alquran, seperti:  
"Bukankah Dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)"[9].
"Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)."[10]
Setelah mengetahui penciptaan manusia, dapatlah dipahami bahwa manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk lainnya. Dalam bahasa Alquran, fi ahsani taqwim.[11] Kesempurnaan ini membawa manusia untuk selalu mengembangkan apa yang ada sehingga mampu mengangkat derajatnya dari makhluk yang lain:
"dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[12], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."[13]
Penciptaan manusia yang demikian sempurna tentu disertai tujuan dan rencana. Berkenaan dengan hubungan manusia dengan Allah, tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya:
"dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."[14]
Jika Allah menciptakan sesuatu pasti mempunyai guna dan fungsi, tidak terkecuali manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di muka bumi, maka secara otomatis kedudukan manusia di muka bumi adalah sebagai pemimpin (khalifah) yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagai khalifah berarti manusia adalah wakil-wakil Allah di bumi yang berkedudukan sebagai penjaga keseimbangan alam semesta, bukan sebaliknya.
"ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."[15]
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ayat ini menunjukan betapa agungnya anugrah yang Allah berikan kepada bani Adam dengan menyebutnya diantara para makhluk-Nya yang mulia (malaikat).[16]
Kata "khalifah" secara bahasa dapat berarti "pengganti". Maksudnya, suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi, sebagaimana pengertian khalifah yang terkandung di dalam Alquran:
"dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[17]
"atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi[1104]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)."[18]

[1104] Yang dimaksud dengan menjadikan manusia sebagai khalifah ialah menjadikan manusia berkuasa di bumi.

"dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun."[19]

"Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah Perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, Yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, Padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka Apakah kamu sekalian tidak mengerti?"[20]
Adapula yang berpendapat bahwa kata khalifah yang berarti pengganti menunjukan bahwa sebelum penciptaan Adam, Allah telah menciptakan suatu makhluk di muka bumi. Statemen ini diperkuat dengan pertanyaan para malaikat yang mempertanyakan kepada Allah apakah akan diciptakan makhluk yang akan kembali menumpahkan darah dan membuat kerusakan. Pertanyaan para malaikat ini tentu saja bukan berarti bantahan terhadap Allah. Namun, berarti pertanyaan tentang hikmah apa sebenarnya dari penciptaan Adam.
Dalam tafsir Ibnu Katsir diungkapkan sebuah riwayat tentang penghuni bumi sebelum Adam. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya yang pertamakali menghuni bumi adalah makhluk jin. Lalu mereka menimbulkan kerusakan di atas bumi dan mengalirkan banyak darah serta sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain." Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya, "Setelah itu Allah mengirim Iblis untuk memerangi mereka. Akhirnya iblis bersama para malaikat memerangi jin, hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau yang ada di berbagai laut dan sampai ke puncak-puncak gunung. Setelah itu Allah menciptakan Adam, lalu menempatkannya di bumi. Untuk itu Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku menjadikan di bumi khalifah (pengganti)."[21]
Demikian kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang mengemban tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah SWT. Makhluk sempurna yang memiliki kapabilitas untuk membuat sebuah perbaikan atau kerusakan di muka bumi.



[1]  http://melyme-agama.blogspot.com/2012/07/kedudukan-tugas-dan-fungsi-manusia-di.html?showComment=1402239125769
[2] Q.S. An-Nur: 45.
[3] Q.S. Al-Kahfi: 37.
[4] Maksudnya: malaikat, langit, bumi dan lain-lain.
[5] Q.S. Ashoffat: 11.
[6] Q.S. Al-Hijr: 26.
[7] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.
[8] Q.S. Al-Furqan: 54.
[9] Q.S. Al-Qiyamah :37.
[10] Q.S. Al-Mukmin: 67.
[11] Q.S. At-Tin: 4.
[12] Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
[13]  Q.S. Al-Isra': 70.
[14]  Q.S. Az-Zariyat: 56.
[15]  Q.S. Al-Baqarah: 30.
[16]  Al-Imam Abul Fida Isma'il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsirul Alquran Al-'Adhim, pen. Bahrun Abu Bakar, L.C., Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2000. Hal. 358-359
[17] Q.S. Al-An'am: 165.
[18] Q.S. An-Naml: 62.
[19] Q.S. Az-Zukhruf: 60.
[20] Q.S. Al-A'raf: 169.
[21] Al-Imam Abul Fida Isma'il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsirul Alquran Al-'Adhim, pen. Bahrun Abu Bakar, L.C., Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2000. Hal. 365-367.

1 komentar:

kang mengatakan...

Pendapat dikalangan ulama yang sholeh bahwa Charles Darwin tidak ada unsur kebenaran, kendatipun secara karakteristk bhw ada persamaan sifat yang dimiliki manusia seperti hewan, tetapi al qur'an dengan menolah bahwa manusia tercipta dari bangsa primata (kera), hipotesis yang konon saudara paparkan tidak semuanya salah tentang darwin merupakan suatu bentuk penolakan terhadap ayat ayat Allah bahwa manusia pertama adalah Adam As, bukan bangsa kera, dan yang dilakukan darwin bukan suatu hipotesis /penelitian akan tetapi hayalan orang-orang ATEIS. Wallahu A'lam