04/06/14

Jabariyah

Oleh: Ahmad Putra Dwitama
1.      Latar Belakang Kemunculan Aliran Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari bahasa arab jabara yang berarti "memaksa". Dalam kamus al-Munawir, kata jabara-yajburu diartikan "mewajibkan," "memaksa agar dikerjakan." Lebih lanjut dalam kamus Al-Munawir, kata Jabariyah diartikan sebagai aliran yang berfaham tidak adanya ikhtiar bagi manusia. Kata jabara juga berarti "menghibur," seperti dalam kalimat: jabaral qolba, "menghibur hati."[1]
Selanjutnya, kata jabara (fi'il madhi) ditambahkan ya nisbah sehingga menjadi Jabariyah yang
artinya suatu kelompok atau aliran (isme). As-Syahratsany mengartikan Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah. Dalam bahasa Inggris, Jabariah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.[2]

Mengenai awal mula kemunculan aliran ini, para ahli sejarah pemikiran Islam mengkajinya melalui pendekatan keadaan geokultural bangsa Arab yang hidup dikelilingi padang pasir yang tandus dan panas. Keadaan ini sangat mempengaruhi bagaimana cara mereka hidup dan bagaimana wordview mereka. Ketergantungan mereka pada alam sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.[3]
Sebenarnya benih-benih kemunculan aliran ini telah nampak pada masa Rasulullah. Hal ini ditunjukan ketika Nabi Muhammad melerai sahabatnya yang sedang bertengkar masalah taqdir Allah. Nabi melarang sahabatnya itu untuk memperdebatkan masalah takdir Allah agar mereka tidak tenggelam dalam kesalahan penafsiran terhadap ayat-ayat Allah mengenai taqdir. Begitu pula pada masa kekholifahan Umar bin Khotob yang pernah menangkap seseorang yang mencuri. Setelah tertangkap dan diinterogasi, orang tersebut beralasan bahwa perilakunya tersebut telah ditakdirkan oleh Allah. Mendengar alasan itu, Umar bin Khotob sangat marah dan kemudian menghukumnya dengan dua jenis hukuman. Hukuman pertama potong tangan karena ia telah mencuri. Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil pembolehan mencuri dengan mengatakan bahwa ini takdir Allah.
Berlanjut pada masa kekholifahan Ali bin Abi Tholib, ia pernah ditanya ketika telah selesai perang Shiffin oleh seorang kakek tua tentang ketentuan Allah dan kaitannya denga pahala dan siksa. Kakek tua itu bertanya, apabila perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Allah, tidak ada pahala sebagai balasannya." Kemudian Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar bukanlah paksaan Allah. Oleh karena itu, ada pahala dan ada siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Ali selanjutnya mejelaskan, sekiranya qadha dan qadar merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa, gugur pulalah makna janji dan ancaman Allah, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik. Kemudian, pada masa pemerintahan daulah bani Umayah, pandangan tentang al-jabariyah semakin mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas melalui suratnya memberikan reaksi keras kepada penduduk Siria yang diduga berpaham jabariyah.
Walaupun ada teori yang mengatakan bahwa aliran ini muncul diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, namun dengan sendirinya aliran ini akan muncul dalam umat Islam. Sebab, di dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham ini, misalnya:
* öqs9ur $oY¯Rr& !$uZø9¨tR ãNÍköŽs9Î) spx6Í´¯»n=yJø9$# ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷Ž|³ymur öNÍköŽn=tã ¨@ä. &äóÓx« Wxç6è% $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ
"kalau Sekiranya Kami turunkan Malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka[4], niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."[5]
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ  
"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."[6]
Ayat-ayat di atas terkesan membawa seseorang pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah sebabnya pola pikir Jabariyah masi tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada.
2.      Tokoh-Tokoh Jabariyah
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, di antara tokoh penting aliran al-Jabariyah adalah Ja'ad bin Dirham dan Jahm dan Shafwan. Keduanya termasuk pemuka al-Jabariyah ekstrem. Dan tokoh lainnya adalah Husain. Kedua tokoh yang terakhir ini termasuk pemuka al-Jabariyah moderat. Berikut ini akan di jelaskan tokoh-tokoh tersebut serta ajaran masing-masing secara lebih rinci.[7]
a.                        Ja'ad bin Dirham
Pendapat yang di majukan Ja'ad meliputi kalam Tuhan, sifat-sifat Tuhan, dan masalah takdir. Menurut Ja'ad, alquran adalah makhluk (sama seperti ajaran aliran Mu'tazilah). Ia merupahkan orang pertama yang memajukan pendapat itu di Damsyik. Ia juga berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Artinya, Tuhan tidak dapat diberikan sifat-sifat yang disandarkan kepada makhluk seperti sifat kalam atau lawannya(bisu). Sebab, kedua sifat ini dapat disandang oleh manusia. Dalam hal takdir atau perbuatan manusia, Ja'ad berpendapat bahwa segala perbuatan manusia sudah di tentukan oleh Tuhan. Manusia terpaksa atas perbuatan-perbuatannya. Semua pendapat ini di ambil oleh Jahm bin Shafwan. Jahm-lah yang mengenbangkan lebih lanjut dan menyiarkannya secara lebih luas.
b.                       Jahm bin Shafwan
Sebagaimana Ja'ad, Jahm termasuk muslim non-Arab (mawali). Ia berasal dari Khurasan. Ia dikenal ahli pidato dan pandai berdialog, ia pernah terlibat perbedaan dengan Muqatil. Muqatil termasuk orang yang mengakui sifat-sifat Tuhan, sedang Jahm tidak. Keduanya terlibat perbedaan sengit. Hal ini dapat dilihat dari komentar Abu Hanifah berikut ini.[8]
Jahm sangat berlebihan dalam meniadakan tasybih sehingga ia menyatakan Tuhan bukan apa-apa. Sementara lawannya, Muqatil bin Sulaiman, berlebih-lebihan pula dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga ia menyerupahkan Tuhan dengan makhluk.
Menurut Jahm, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak, dan tidak mempunyai pilihan bebas. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya dipaksa dengan tidak ada kekuasaan dan kemauan baginya. Padangan ini termasuk dalam pola pikir al-Jabariyah ekstrem.
Menurut Jahm, imam adalah mengetahui Allah dan Rasul-Nya dan segala sesuatu yang diterimanya dari Tuhan. Pengakuan dengan lisan, tunduk dengan hati, dengan mengerjakan dengan anggota badan bukan bagian dari iman. Sebaliknya, kufur adalah tidak mengetahui Tuhan. Dalam pandangan Jahm, bila seseorang sudah mengenal Allah (ma'rifah), lalu ingkar dengan lidahnya, tidaklah menyebabkan ia menjadi kafir. Iman tidak berkurang dan bertambah. Dalam hal ini tidak ada perbedaan diantara orang-orang yang beriman. Iman dan kufur bertempat dalam hati bukan pada anggota badan lainnya.
Jahm juga berpendapatbahwa surge dan neraka tidak kekal. Bagi Jahm, tidak ada sesuatu yang kekal selain Allah. Kata khulud dalam alquran  tidak berakti kekal abadi (al-baqo al-mutlak), tetapi berarti lama sekali (thul al-muks). Dengan demikian, penghuni surge dan penghuni neraka tidak pula kekal. Keadaan mereka di surga maupun di neraka akan terputus karena tidak ada gerak yang tidak berakhir.
Pendapat-pendapat Jahm yang berkaitan persoalan teologi adalah sebagai berikut.[9]
1)                       Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan lebih terkenal dibandingkan pendapatnya tentang surge dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan (nafyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akherat.
2)                       Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada kekal selain Tuhan.
3)                       Iman adalah ma'rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji'ah.
4)                       Kalam Tuhan adalah makhluk
Dengan demikian, dalam beberapa hal, Jahm berpendapat serupa dengan Murji'ah, Mu'tazilah, dan Asy'ariah sehingga para pengkritik dan sejarawan menyebutnya dengan Al-Mu'tazili, Al-Murji'I, dan Al-Asy'ari.
c.                        Husain Al-Najjar
Menurut Husain, Tuhan berkehendak dan dan mengetahui karena diri-Nya  sendiri. Ia menghendaki kebaikan dan keburukan, manfaat, dan mudorot. Yang dimaksud berkehendak disini ialah bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu, suatu bagian yang efektif dan bagian yang tidak efektif. Inilah yang dinamakan Kasb dalam teori al-Asy'ari.[10]
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H). para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara Pendapat-pendapatnya adalah;[11]
1)                       Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy'ari.
2)                       Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Tetapi, An-najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat memindahkan potensi hati (ma'rifat) pada mata.
d.                       Dirar bin 'Amr
Berpendapat bahwa manusia punya andil dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam pandangan Dirar, satu perbuatan dapat timbul dari dua pelaku, yaitu Tuhan dan manusia.
3.      Ajaran dan Perkembangannya
Jaham bin shofwan berpendapat mengenai firqoh Jabariyah adalah:
Manusia tidak mempunyai kodrat untuk berbuat sesuatu, dan dia tidak mempunyai kesanggupan dia hanya terpaksa dalam semua perbuatannya. Dia tidak mempunyai kodrat dan ikhtiar, melainkan Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan pada dirinya, seperti ciptaan-ciptaan Tuhan pada benda-benda mati. Mengapa perbuatan-perbuatan tersebut dinisbatkan kepada orang tersebut, tetapi itu hanyalah nisbabh majazi, secara kiasan sama halnya kalau kita menisbahkan sesuatu perbuatan kekpada benda-benda mati, misalnya dikatakan: “Pohon itu berbuah”, atau “Air mengalir”, “Batu bergerak”. “Matahari terbiit dan tenggelam”. “langit mendung dan menurunkan hujan” “Bumi bergoncang dan menumbuhkan tumbuh-tuumbuhan, dan lai n sebagainya. Pahala dan siksapun adalah paksaan, sebagaimana halnya dengan perbuatan-perbuatan”. Jaham berkata: “apabila paksaan itu telah tetap maka tklif adalah paksaan juga”[12]
Jaham dan kawan-kawannya memperkuat pendapat mereka tentang “paksaan” itu dengan mengemukakan ayat-ayat yang mereka pandang memperkuatnya, misalnya ialah firman Allah SWT.

y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/ ÇÎÏÈ    
“ Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.[13]
Dan firman Allah SWT.

öqs9ur uä!$x© y7/u z`tBUy `tB Îû ÇÚöF{$# öNßg=à2 $·èŠÏHsd 4 |MRr'sùr& çn̍õ3è? }¨$¨Z9$# 4Ó®Lym (#qçRqä3tƒ šúüÏZÏB÷sãB
“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?”[14]

Dan firman Allah SWT.

zNtFyz ª!$# 4n?tã öNÎgÎ/qè=è% 4n?tãur öNÎgÏèôJy ( #n?tãur öNÏd̍»|Áö/r& ×ouq»t±Ïî ( 
“ Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan mereka ditutup”.[15]

Dan firman-Nya lagi.

Ÿwur ö/ä3ãèxÿZtƒ ûÓÅÕóÁçR ÷bÎ) NŠur& ÷br& yx|ÁRr& öNä3s9 bÎ) tb%x. ª!$# ߃̍ムbr& öNä3tƒÈqøóム4
“Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, Sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan".[16]

Mayoritas kaum muslimin menolak paham Jabariyah ini, karena dapat menyebabkan orang menjadi malas, lalai, dan menghapuskan tanggung jawab, denag mengemukakan ayat-ayat yanng terang maksudnya, yang denga ayat-ayat tersebut Al-Quranul karim menolak pendapat-pendapat yang dangkal dan na’if itu. Disini penu;is mengambil ayat yang lebih  muadah dipahami yaitu surat Az-Zukhruf: 20.[17]

(#qä9$s%ur öqs9 uä!$x© ß`»oH÷q§9$# $tB Nßg»tRôt7tã 3 $¨B Nßgs9 šÏ9ºxÎ/ ô`ÏB AOù=Ïã ( ÷bÎ) öNèd žwÎ) tbqß¹ãøƒs ÇËÉÈ  
 “Dan mereka berkata: "Jikalau Allah yang Maha Pemurah menghendaki tentulah Kami tidak menyembah mereka (malaikat)". mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka”.[18]

Menurut paham Ahlus Sunnah, bahwa segala sesuatu memang dijadikan Allah SWT. Tetapi Allah juga menjadikan ikhtiar dan kasab bagi manusia. Suatu yang diperbuat manusia adalah pertemuan ikhtiar manusia dengan takdir-Nya. Ikhtiar dan kasab hanya sebagai sebab saja, bukan mengadakann atau mencipptakan sesuatu. Umpamanya, kalau sesuatu benda tersentuh api, maka ia terbakar. Bila orang itu makan maka kenyanglah. Tetapi perlu  diingat bahwa bukan api yang membakarnya dan bukan pula nasi yang mengenyangkannya, semua karena Allah Swt semata-mmata. Kadang-kadang bisa terjadi sebaliknya, bil;a Allah Swt menghendaki, anyak benda yang tersentuh api tetapi tidak terbakar. Banyak orang yang berusaha sekuat tenaga, tetapi justru sial dan kemalangan yang diperoleh. Kalau obat itu mesti dapat menyembuhkan penyakit,  tentu tidak ada orang yang mati. Sebab sakit apapun dapat disenbuhkan dan obat dapat menjegah kematian. Bermacam-macam obat untuk bermacam-macam penyakit, kenyataan menunjukan bahwa bbanyak penyakit yang tidak disembuhkan.[19]
Manusia memperoleh hukuman karena ikhtiar dan kasabnya yang tidak baik dan akan diberi pahala atas ihtiar dan kasabbnya yang baik.

Firman Allah Swt:
 $ygs9 $tB ôMt6|¡x. $pköŽn=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3
“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.[20]

Jadi, jiaka semua amal perbuatan ini karena paksaan mengapa Allah menciptakan neraka dan surga? Menurut paham Ahlus Sunnah, semua yang amal yang dilakukan oleh menusia memang campur tangn Allah, tetapi Allah menjadikan ikhtiar dan kasab bagi manusia. Dalam artia apa yang diperbuat oleh manusia akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt.

KESIMPULAN

Awal mula kemunculan aliran Jabariyah tidak lepas dari kejadian arbitrase atau tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan. Memang pada awalnya, pasca arbitrase hanya beberapa aliran yang menonjol seperti Khowarij, namun kemudian menyusul aliran-aliran lain yang muncul sebagai tandingan antara aliran lainnya.
Tokoh-tokoh yang dikenal dalam perkembangan aliran Jabariyah ini adalah Ja'ad bin Dirham, Jahm bin shafwan dan Husain an-Najjar. Ajaran pokok dari aliran ini ialah menafikan ikhtiar manusia. Maksudnya, baik buruk perbuatan manusia adalah semata-mata kehendak atau taqdir Allah SAW. Manusia tidak ada campur tangan dalam hal ini. Seperti wayang kulit yang dikendalikan oleh dalang.



[1] Al-Munawir offline, 164
[2] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Cet. V, Jakarta, 1986, hal.31.
[3] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia press, 2012.

[4] Maksudnya untuk menjadi saksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
[5] Q.S.  6:111
[6] Q.S. 37:96
[7] Dr. M. Amin Nurdin, MA. Dr. Alfi Fauzi Abbas, MA, Sejarah Pemikiran Islam, Amzah. Hal 44
[8] Ibid. hal 46
[9] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M,Ag. Ilmu Kalam, Pustaka ceria Bandung hal 85
[10] Op.cid. hal 49
[11] Ilmu kalam ibid hal 86-87
[12] Sahilun A. Nasir, pemikiran kalam (teologi islam), Jakarta: Rajawali pers, 2010, hal 145.
[13] Q.S. 28 : 56
[14] Q.S. 10: 99
[15] Q.S. 2: 7
[16] Q.S. 11: 34
[17] Sahilun A. Nasir, pemikiran kalam (teologi islam), Jakarta: Rajawali pers, 2010, hal. 147
[18] Q.S. 43: 20
[19] Op.cid, hal. 148
[20] Q.S. 2: 286

0 komentar: