04/06/14

Allah, Sifat Serta KaruniaNya

ALLAH, SIFAT SERTA KARUNIANYA
Oleh: Ahmad Putra Dwitama

Rasa syukur yang tak henti-hentinya selalu terucap dan mengalir dalam setiap detak jantung dan langkah kehidupan, terhadap apa yang telah diberi oleh Sang Pencipta kepada makhlukNya. Rasa syukur yang tak cukup diucap oleh kata-kata. Namun, butuh bukti konkrit dan aplikatif yang nyata.
Siapa yang memberi semua ni'mat itu? Bagaimana sebenarnya "Ia"? bagaimana sifat-sifatNya? Apa saja yang diberiNya kepada makhluknya? Apakah sebatas jantung yang berdetak atau darah yang mengalir?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dijadikan batu loncatan dalam merangkai kata, menulis esai singkat berikut.

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Turunnya ayat diatas, diterangkan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, dalam hadis riwayat Imam Ahmad dari sahabat Ubay bin Ka'ab, bahwa orang-orang musyrik pernah bertanya kepasa Nabi tentang nasab Tuhannya, maka turunlah surat al-Ikhlas ayat satu sampai empat yang menegaskan bahwa Allah subhanahu wata'ala adalah Esa, tidak bernasab, tidak beranak dan diperanakan.[1]

Kata al-Ikhlas diartikan sebagai memurnikan keesaan Allah, menjelaskan dengan tegas bahwa Allah Maha Esa, tempat bergantung, tidak beranak dan diperanakan dan tidak ada yang setara denganNya.
Kata "qul" dengan bentuk fi'il amr (kata perintah) yang berarti "katakanlah" bermakna kewajiban yang harus diyakini sebagai umat Islam wajib yakin dan percaya bahwa Allah itu Esa. Begitulah yang berlaku dalam kaidah ilmu Ushul Fiqh; "al-ashlu fil amri lilwujub, illa ma dalla dalil 'ala khilafihi". Itulah Allah, tidak bernasab, Dia Esa. Ditegaskan kembali dengan memakai kata "Ahad" yang bermakna "Maha Esa", , tidak menggunakan kata "wahid", dengan alasan jika menggunakan kata "wahid" maka akan ada "itsnani", "tsalatsah", "arba'ah" dan seterusnya.
"Katakanlah bahwa Allah itu Esa". Dalam beberapa keterangan sejarah diterangkan bahwa orang-orang jahiliah telah mengenal kata Allah, senada dengan Quraish Shihab ketika menerangkan sebab turunnya surat ini, bahwa orang-orang musyrik bertanya kepada Nabi, berkenaan tentang Allah yang mana yang Nabi sembah, maka turunlah surat ini dengan membawa penjelasan bahwa Allah yang Nabi sembah adalah Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya. Mentauhidkan Allah merupakan hal yang urgen bagi tiap individu Muslim, konsekuensinya apabila tidak mentauhidkan Allah, dalam arti apabila mensekutukanNya akan dikenakan ancaman tidak diampuni dosanya.
  
48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

  
116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Selanjutnya, "Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu." Dalam surat al-Fatihah disebutkan:

5. hanya Engkaulah yang Kami sembah[2], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[3].
Tegasnya, Allah lah tempat dimana seorang Muslim memohon dan menggantungkan harapan, bagai seorang anak kepada orangtuanya, kepada keduanya seorang anak bergantung, karena keduanya telah melahirkannya, memberi nafkah, fasilitas dan segala kebutuhan. Begitu pula kepada Allah yang telah menciptakan. kedudukanNya sebagai Pencipta, memberikan konsekuensi bahwa Dia Maha Kuasa atas apa yang diciptakan, segala kemudahan dan kesulitan hidup yang ada adalah atas kehendakNya. Maka, saat seseorang Muslim terbelit suatu kesulitan, keharusannya adalah menggantungkan diri dan memohon pertolongan hanya kepadaNya. Sedangkan ahli medis atau yang lain hanyalah perantara, karena secara logika, sangat tidak mungkin manusia berinteraksi secara langsung kepada Penciptanya dikarenakan keagungan sifat-sifatNya yang tidak dapat dijangkau panca indera manusia.
Selanjutnya, "Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan." Umat Muslim berlindung dari apa yang telah dituduhkan orang-orang Nahsrani bahwa Allah memiliki anak.

116. mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.
Pada ayat terakhir, Allah menegaskan bahwa tidak ada yang setara denganNya, tidak ada yang melebihi sifat-sifat terpujiNya, belas kasihNya, kemaha pengampunannYa, Maha MengetahuiNya, Maha MelihatNya, tidak ada seorang makhluk pun yang setara denganNya, apalagi sampai melebihiNya. Inilah sifat muthlak yang harus dimiliki Allah sebagai Pencipta. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya jika Allah setara dengan makhlukNya, lalu dimana letak kedudukanNya sebagai Pencipta, sebagai Tuhan? Maka, Allah tak ada satupun yang setara denganNya.
Lebih lanjut mengenai penjelasan tentang Allah, dalam Alquran kembali ditegaskan, bahwa Allah pencipta segala sesuatu termasuk langit dan bumi, Allah pemberi perlindungan bagi manusia dan segenap makhlukNya yang lain, dan selain Allah tidak ada yang dapat member manfaat dan mara bahaya.
  
16. Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".
Dia lah Allah, Tuhan yang wajib disembah, bahkan nama "Allah" sendiri terdapat dalam Alquran yang berarti bahwa nama ini murni dariNya. Allah "memperkenalkan" diriNya bahwa Dialah Allah, Tuhan yang patut disembah. Nama ini bukan buatan manusia atau hasil dari sebuah keputusan bersama. Nama ini murni langsung dariNya. Allah berfirman:
   
14. Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
Tidak ada Tuhan yang hak berarti tidak ada yang dijadikan selainNya sebagai sesembahan, pohon hanyalah tanaman biasa yang tidak bisa memberi manfaat dan mara bahaya, matahari hanyalah satu dari ribuan benda langit yang menyinari bumi, begitu juga bulan, bintang, lautan, danau, semua hanya sebagian dari ciptaanNya, bukan sebagai tandingan bagi keMahaEsaanNya. Bahkan, dalam menciptakan alam beserta isinya, Allah pun mengingatkan kita bahwa semua itu diciptakan untuk kepentingan kita, manusia, dan kita harus mensyukuri dan merawatnya.
   
15. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

  
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Kedudukan orangtua yang merawat, mendidik dan memberi segala kebutuhan kita, merupakan kewajiban bagi keduanya, demikian kehidupan dunia, ada malam dan siang, ada hitam dan putih, ada kewajiban yang harus dikerjakan orangtua juga ada hak orangtua yang harus diberikan anaknya; menghormati, berbakti, patuh dan taat, serta memberikan yang terbaik bagi keduanya.
Demikian orangtua, begitu pula Allah subhanahu wata'ala yang berkedudukan sebagai kholik. Dia memiliki kewajiban memberi apa yang makhlukNya butuhkan;
  
15. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Dan juga memiliki hak dari makhluknya berupa beribadah kepadaNya;
  
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
   
14. Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
Beribadah, itulah hak utama Allah yang harus dikerjakan makhluk. Mengingat ini lah tujuan utama diciptakannya manusia:
   
56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Beginilah hakikat dari penciptaan makhluk, untuk beribadah. Singkatnya, semua perbuatan yang dilakukan makhluk (manusia) harus bernilai ibadah. Pertanyaannya, apakah ibadah itu sekedar sholat,zakat, puasa dan haji saja? Lalu, jika demikian, bagaimana dengan pekerjaan lainnya; makan, minum, mandi, belajar, masak, belanja dan lain-lain. Jika ibadah sekedar sholat, zakat, puasa dan haji, berarti pekerjaan manusia lainnya tidak bernilai ibadah? Ini yang perlu dipahamkan kepada Muslim.
Semua pekerjaan yang seorang Muslim lakukan, dapat bernilai ibadah dan berpahala disisiNya apabila niat kita melakukannya benar, hanya karena Allah semata.
انما الاعمال بالنية وانما لكل امرئ ما نوي
"Sesungguhnya pekerjaan itu tergantung niat, dan seseorang itu akan mendapat dari apa yang ia niatkan"
Artinya, seorang manusia belajar, jika niatnya karena Allah dan mengharap keridhoanNya, maka bernilai ibadah, makan karena Allah, supaya kuat untuk mengerjakan aktifitas dan kewajiban kepada Allah lainnya, maka ibadah, begitu pula mandi, masak, mencuci dan lain sebagainya.
Selain hak beribadah kepada Allah yang harus dilakukan, Allah juga memiliki sifat-sifat nama-nama yang terpuji yang harus kita yakini;
   
180. hanya milik Allah asmaa-ul husna[4], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[5]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Disebutkan dalam firmanNya bahwa Allah adalah Pencipta:
   
16. Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".
   
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Sebagai seorang Muslim, diwajibkan  untuk beriman kepada semua  namaNya yang ada 99 dan kepada semua sifat terpujiNya. Dengan beriman kepada sifatNya yang Maha Mengetahui, maka akan membuat manusia berfikir berulang-kali jika ingin melakukan pekerjaan dosa. Bagaimana ingin melakukan perbuatan dosa jika Allah mengetahui? Itulah tujuan utama mengimani sifat-sifatNya.
Telah disebut di atas, bahwa Allah sebagai Pencipta, memberikan dan memenuhi segala kebutuhan yang dibutuhkan untuk hidup makhlukNya di dunia. Inilah yang dimaksud dengan karunia Allah. Pemberian dari sang Kholik kepada makhluk untuk dapat bertahan hidup. Betapa banyak karunia yang Allah beri, bahkan ditegaskan dalam Alquran bahwa manusia tidak akan dapat menghitungnya;
وان تعدوا نعمة الله لا تحصواها
"jika kalian mengkalkulasikan ni'mat Allah, kalian tidak akan dapat menghitungnya."
Bahkan, walaupun kita menggunakan laut sebagai tinta, tidak akan cukup untuk menulis karunia-karunia yang Allah beri kepada kita;
   
109. Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".
Sebagai contoh karunia, Allah memberikan rizki dan segala yang ada di bumi kepada semua makhlukNya;
   
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Dan Allah memberi kemudahan dalam mengeksploitasinya;
   
15. Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan
   
20. tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.
Dia telah menetapkan kadar karunia bagi makhlukNya;
   
3. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Dan karunia-karunia lainnya yang tidak mungkin bisa ditulis semua. Namun, yang terpenting adalah karunia iman dan islam, inilah sebaik-baik karunia yang Allah beri kepada sebagian makhlukNya. Tak luput dari kekwajiban, kita patut bersyukur atas segala limpahan ni'mat yang Allah berikan;
   
7. dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Mengenal Allah, itulah inti dari uraian singkat ini. Sebagai umat Islam yang bertuhankan Allah subhanahu wata'ala, sudah selayaknya kenal dan dekat kepada Pencipta. Dari ketauhidan Allah yang tidak beranak dan diperanakan, kemudian mengetahui sifat-sifat terpujiNya dan meneladaninya disetiap perilaku sehari-hari, kemudian mensyukuri karunia yang diberi, dari hal yang terkecil sampai karunia yang paling besar; karunia iman dan islam.







 













[1]  Lihat tafsir Ibnu Katsir surat al-Ikhlas
[2] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[3] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.

[4]  Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[5] Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.

0 komentar: