Menarik ketika timbul pertanyaan, mengapa seruan Islam pada awalnya
dimulai dari Makkah? Mengapa tidak di Indonesia, negeri dengan segudang
kekayaan, tongkat kayu dilempar jadi tanaman dan segudang potensi alam lainnya.
Mengapa tidak di Malaysia? Brunei Darussalam? Singapura? Dan sebagainya. Apa
kelebihan Makkah yang panas, gersang, dikelilingi padang pasir yang menyiksa
setiap mata?
Kalaulah mau kembali membuka sejarah, secara geografis letak Makkah
sangat strategis. Pada abad ke-5 dan ke-6 Masehi, yaitu pada awal seruan Islam,
Makkah terletak sebagai titik pemisah antara dua kekuatan super power dunia
saat itu. Sebagai pemisah sekaligus penghubung antara Barat dan Timur. Di
sinilah para pedagang dan para seniman menawarkan dagangan dan karyanya,
ataupun hanya sekedar beristirahat melepas lelah sembari menikmati kesegaran
air zam-zam. Sebagai titik pemisah dan penghubung tentu sangat tepat jika
seruan penyebaran pesan Ilahi dimulai dari Makkah.
Posisinya demikian penting. Namun, tidak ada keinginan dari Romawi atau
Persia sebagai super power untuk menguasainya. Hal ini tentu beralasan karena
hampir seluruh kawasan Timur Tengah hanya sebatas gurun pasir yang panas nan
gersang. Teknologi saat itu belum menjangkau kekayaan minyak di dasarnya. Apa
yang dapat diambil dari padang pasir? Inilah yang menyebabkan daerah Makkah dan
sekitarnya tidak diminati oleh dua kerajaan tersebut. Ini pula yang memberikan
kebebasan kepada para penduduknya, tanpa ada yang mendikte atau bahkan menindas
sekehendak hati.
Jika pesan yang akan disampaikan ingin didengar dan mampu menyebar ke
seluruh penjuru manusia, tentu tempat
yang akan dipilih adalah titik pusat dari dunia. Demikian Makkah adalah titik
sentral antara Romawi dan Persia. Kedua, orang yang menyampaikan pesan haruslah
orang yang terpercaya, jujur, baik tingkah lakunya. Masyarakat Makkah khususnya
bangsa Quraisy saat itu didominasi oleh dua keluarga besar; keluarga Umayah dan
keluarga Hasyim. Keluarga Hasyim terkenal gagah, budiman, dan sangat beragama.
Sementara keluarga Umayah adalah politikus yang pandai melakukan tipu daya,
pekerja yang ambisius, dan tidak gagah. (M. Quraish Shihab, Lentera Alquran:
Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 2013. Hal. 42-43) Maka, dari
keluarga Hasyimlah yang paling cocok untuk membawa pesan, dialah Muhammad bin
Abdillah. Bukan saja gagah, simpatik, dan berwibawa, tapi juga karena budi
pekertinya yang luhur. Hal ini terbukti ketika para pembesar Quraisy
mempercayainya sebagai hakim dalam peletakan hajar aswad, juga kepercayaan
masyarakat Makkah yang menitipkan barang-barang berharganya kepada Muhammad,
sebelum diangkat menjadi Rasul.
Ketiga, dalam menyampaikan pesan, hindari lingkungan yang berpotensi
dapat mempersulit proses penyampaiannya. Jika seandainya dakwah Islam dimulai
dari Romawi atau Persia, tentu hal ini akan menambah tingkat kesulitan dalam
berdakwah. Sebab, kedua kerajaan ini selain telah memiliki kepercayaan sendiri,
juga ada pemerintahan yang mengontrol dan mengawasi rakyatnya, tidak ada
kebebasan beragama di dalamnya. Makkah, masyarakatnya bebas berkeyakinan, bebas
beragama, tidak ada satu pusat pemerintahan yang mengatur dan mengawasi. Maka
Makkah adalah tempat yang tepat untuk menyeru dakwah Islam.
Demikian setidaknya dapat memberikan alasan yang lebih logis, daripada
hanya sebatas pernyataan bahwa karena masyarakat Arab dikungkung oleh
kungkungan kemusyrikan, maka Islam dimulai di Makkah.
0 komentar:
Posting Komentar