Dari
segi bahasa terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian Alquran.
Sebagian berpendapat , penulisan lafal Alquran dibubuhi hamzah. Pendapat lain
mengatakan penulisannya tanpa dibubuhi huruf hamzah. Asy-Syafi’i[1],
Al-Farra, dan al-Asy’ari[2]
termasuk di antara ulama yang berpendapat bahwa lafal Alquran ditulis tanpa
huruf hamzah.[3]
As-Syafi’i
mengatakan, lafal Alquran yang terkenal itu bukan musytaq (pecahan dari akar kata apapun) dan bukan pula berhamzah
(tanpa tambahan huruf hamzah ditengahnya, jadi dibaca Alquran). Lafal
tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian menurut As-Syafi’i, lafal tersebut
bukan berasal dari kata qara-a
(membaca), sebab kalau arti katanya qara-a, tentu tiap sesuatu yang
dibaca dapat dinamai Alquran, sama dengan nama Taurat dan Injil.[4]
Al-Farra’[5],
sebagaimana As-Syafi’i, berpendapat, Alquran bukan musytaq dari kata qara-a,
tetapi pecahan dari kata qarain (jamak dari qarinah) yang
berarti; kaitan, karena ayat-ayat Alquran satu sama lain saling berkaitan.
Karena itu, huruf nun pada akhir lafal Alquran adalah huruf asli bukan
huruf tambahan. Dengan demikian, kata Alquran itu dibaca dengan bunyi Alquran,
bukan Alqur’an.[6]
Masih
sejalan dengan pendapat di atas, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan,
lafal Alquran adalah musytaq atau pecahan dari kata qarn. Ia
mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai bisysyai (menggabungkan sesuatu
dengan sesuatu). Kata qarn dalam hal ini bermaksud gabungan atau kaitan
karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran saling bergabung dan berkaitan.[7]
Tiga
pendapat di atas pada prinsipnya berkesimpulan bahwa lafal Alqur’an adalah
Alquran (tanpa huruf hamzah ditengahnya). Hal ini berbeda dengan pemakaian
kaidah pembentukan kata yang umum digunakan dalam bahasa Arab. Meskipun
demikian, ketiga pendapat tersebut memperlihatkan fungsi dan kedudukan Alquran
sebagai kitabullah yang ayat-ayatnya saling berkaitan satu sama lain sehingga
merupakan satu kesatuan yang serasi.
Di
antara para ulama yang berpendapat bahwa lafal Alquran ditulis dengan tambahan
huruf hamzah ditengahnya adalah Al-Zajjaj,
dan Al-Lihyani.[8]
Menurut
Al-Zajjaj, lafal Alqur'an ditulis dengan huruf hamzah
ditengahnya berdasarkan pola kata (wazn) fu’lan. Lafal tersebut
bentukan (musytaq) dari akar kata qar’un yang berarti jam’un.
Selanjutnya ia mengemukakan contoh kalimat quri’al ma’u fil-haudi, yang
artinya: air itu dikumpulkan dalam kolam. Dalam kalimat ini kata qar’un
bermakna jam’un yang dalam bahasa Indonesia bermakna kumpul. Alasannya, Alqur’an “mengumpulkan” atau
“menghimpun” intisari kitab-kitab suci terdahulu.[9]
Sebagaimana
Al-Zajjaj, Al-Lihyani berpendapat bahwa lafal Alqur’an itu bermakna yang dibaca masdar (dimaknakan dengan isim
maf'ul). Menurut pendapat yang terkenal mengatakan bahwa karena Alquran itu
dibaca, maka dia dinamakan Alqur'an (dengan hamzah).[10]
Menurut
nukilan dari Al-Jahidh bahwa Allah menamakan kitab-Nya dengan nama yang
berlainan dari nama yang dipakai orang Arab untuk nama bagi himpunan-himpunan
perkataan mereka (sya'ir dan khatbah). Allah menamakan kumpulan kalam-Nya
dengan Alquran. Orang Arab menamakan kumpulan sya'irnya dengan dewan. Allah
menamakan sebagian dari Alquran dengan surat, sebagaimana orang Arab menamakan
sebagian dari isi dewannya dengan qasidah. Allah menamakan sebagian dari surat
Alquran dengan ayat, sebagaimana orang Arab menamakan sebagian dari qasidahnya
dengan qafi (qafiyah).[11]
Pendapat
yang terakhir ini merupakan pendapat yang lazim dipegang oleh masyarakat
umumnya. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasbi Ash-Siddieqy mengatakan,
Alquran menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Alquran adalah masdar yang
diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu maqru’, yang dibaca.[12]
Sedangkan, Mana’ Al-Qaththan mengatakan bahwa Alquran berarti berkumpul dan menghimpun. Qira’ah, menghimpunkan
huruf-huruf dan kata-kata itu antara satu sama lain pada waktu membaca Alqur’an berasal dari kata qira’ah. Berasal dari kata qara’a, qira’atan, qur’anan.[13]
Beliau juga mengutip ayat:
"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu."[14]
Lafal
qara’a yang bermakna tala (membaca) diambil orang-orang Arab dari
bahasa Aramia dan digunakan dalam percakapan sehari-hari.[15]
Belakangan,
para sarjana Barat pada umumnya menerima pemikiran Frederich Schwally bahwa qur'an
merupakan derivasi (isytiqaq) dari bahasa Siria atau Ibrani, yaitu qeeyana,
qiryani, yang berarti "lection", "bacaan"
atau "yang dibaca", yang digunakan dalam liturgy Kristen. Menurut
Shubhi Al-Shalih, kemungkinan terjadinya pinjaman dari bahasa Semit lainnya
dalam kasus ini bisa saja dibenarkan, mengingat kontak-kontak yang dilakukan
orang-orang Arab dengan dunia luarnya. Lewat kontak-kontak semacam itu,
berbagai kota non-Arab telah dimasukan ke dalam bahasa Arab atau
"diarabkan".[16]
Dalam
mengikuti beberapa pendapat di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa secara
bahasa Alquran berarti saling berkaitan, berhubungan antara satu ayat dengan
ayat lain, dan berarti pula bacaan. Semua pengertian ini memperlihatkan
kedudukan Alquran sebagai kitabullah yang ayat-ayat dan surat-suratnya
saling berhubungan, dan ia merupakan bacaan bagi kaum muslimin.
Definisi
Alquran Secara Terminologi
Dari
segi istilah, terdapat banyak definisi yang diungkapkan oleh para ahli. Berikut
definisi para ahli Ilmu Alquran dalam mengartikan Alquran beserta
penjelasannya:
a.
Manna’
Al-Qaththan
Alquran
adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., Dan
membacanya adalah ibadah.
Terma
kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karena istilah itu
disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak
termasuk dalam istilah Alquran perkataan yang berasal selain dari Allah,
seperti perkataan manusia, jin dan malaikat. Perkataan Alquran itu berasal dari
Allah SWT:
"Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu
(pula)."[17]
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya,
niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."[18]
Dengan rumusan yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw., berarti tidak termasuk Alquran segala sesuatu yang diturunkan
kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw., Seperti Zabur, Taurat dan Injil.
Selanjutnya dengan rumusan “membacanya adalah ibadah” maka tidak termasuk
hadis-hadis Nabi. Alquran diturunkan Allah dengan lafal-Nya. Membacanya adalah
perintah, karena itu, membaca Alquran adalah ibadah.[19]
b.
Drs. Zainal Abidin
S.
Alquran
adalah kalam Allah SWT. Yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan)
kepada Nabi Muhammad Saw., dan membacanya adalah ibadah.
Dengan
difinisi ini, kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad
SAW. Tidak dinamakan Alquran. Seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa
AS. Atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS. Demikian pula kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.,. yang membacanya tidak dianggap
sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi dan tidak pula dinamakan Alquran.[20]
c.
Ahmad Von
Denffer[21]
Alquran
adalah firman Allah yang disampaikan lewat Rasulullah Muhammad Saw., Lewat
perantaraan malaikat Jibril, yang makna dan pelafalannya secara tepat sampai
pada kita melalui beberapa orang (tawatur), baik secara lisan ataupun
lewat tulisan. Yang tak tertirukan dan khas, dan selalu di bawah lindungan
Allah dari kemungkinan disalahgunakan.[22]
d.
Inu Kencana
Syafiie[23]
Alquran
adalah kitab suci yang diturunkan Allah SWT. Tuhan semesta alam, kepada Rasul
dan Nabi-Nya yang terakhir Muhammad Saw., Melalui malaikat Jibril untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir zaman.
Sebagai
kitab suci terakhir, Alquran bagaikan miniatur alam raya yang memuat segala
disiplin ilmu pengetahuan, serta merupakan sarana penyelesaian segala
permasalahan sepanjang hidup manusia. Alquran merupakan wahyu Allah yang Maha
Agung dan “bacaan mulia” serta dapat dituntut kebenarannya oleh siapa saja,
sekalipun akan menghadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin
canggih dan rumit (sophisticated).
Kata
pertama dalam wahyu pertama (the first revelation), bahkan menyuruh
manudia membaca dan menulis. Membaca (iqra’) lebih jauh dijabarkan
sebagai usaha menalarkan ilmu pengetahuan, sedangkan menulis (kalam)
dijabarkan sebagai usaha menyebarluaskan ilmu pengetahuan, seperti melalui komputer,
faximail dll.
Hal
yang sangat mengagumkan bagi para illmuan yang bertahun-tahun melaksanakan
penelitian di laboratorium, mereka menemukan keserasian antara ilmu pengetahuan
hasil penelitian mereka, dengan pernyataan-pernyataan Alquran dalam
ayat-ayatnya. Ayat itu sendiri dalam bahasa Arab berarti “tanda” maksudnya
tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Sehingga dengan demikian, ada dua jenis ayat
yaitu yang ada di alam raya, dan yang ada di dalam Alquran. Kedua jenis
tersebut sangat erat signifikansinya. Jadi, tepatlah kiranya bila para pakar
mengatakan bahwa khusus untuk agama Islam, kitab sucinya yang bernama Alquran
sama sekali tidak menghambat perkembangan ilmu bahkan sebaliknya, mendorong
setiap perkembangan disiplin ilmu pengetahuan itu sendiri.
Setiap
ilmuan yang melakukan penemuan, pembuktian ilmiah tentang hubungan Alquran
dengan ilmu pengetahuan akan menyuburkan perasaan yang gilirannya melahirkan
keimanan kepada Allah SWT. Serta dorongan untuk taat kepada kehendak-Nya.
Tidak
pada tempatnya lagi orang-orang yang memisahkan ilmu keduniawian yang dianggap
sekuler, seperti ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu sosial dengan segala cabangnya
terhadap ilmu-ilmu Alquran. Para ilmuan dapat sekuler tetapi ilmu pengetahuan
itu sendiri tidak sekuler.[24]
Bila
penyelidikan tentang alam raya ini adalah ilmiah, mana mungkin pencipta alam
itu sendiri tidak ilmiah. Bila pencampuran dan persenyawaan unsur-unsur adalah
ilmiah, mana mungkin pencipta setiap unsur itu sendiri tidak ilmiah. Bila
pengaturan alam raya ini dari atom yang terkecil sampai dengan planet yang
terbesar adalah ilmiah, mana mungkin pengatur alam raya itu sendiri tidak
ilmiah. Begitu pula bila pembicaraan hal-hal kenegaraan adalah ilmiah, mana mungkin
pencipta perbedaan watak individu yang menjadikan beranekaragam ideologi itu
tidak ilmiah.
Alquran
diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa persatuan
umat Islam seluruh dunia. Peribadatan dilakukan dalam bahasa Arab, sehingga
menimbulkan kesatuan yang dapat dilihat pada waktu sholat jama’ah dan ibadah
haji. Selain itu, bahasa Arab tidak berubah. Jadi sangat mudah diketahui
apabila Alquran hendak ditambahi atau dikurangi. Banyak orang yang buta huruf
terhadap bahasa nasionalnya, tetapi mahir membaca Alquran (mengaji) bahkan
sanggup menghapal Alquran secara keseluruhan.
Alquran
tidak lain adalah peringatan bagi seluruh umat manusia (bangsa-bangsa), Alquran
dalam bahasa aslinya (Arab) mempunyai daya tarik dan keindahan yang deduktif,
didapatkan dalam gayanya yang singkat tetapi cemerlang, bertenaga ekspresif,
berenergi eksplosif dan bermankna kata demi kata.
Dalam
Alquran ada lebih kurang 854 ayat yang menanyakan mengapa manusia tidak
menggunakan akal (afala ta’qilun), yang menyuruh manusia untuk
bertafakur memikirkan (tafakkarun) terhadap Alquran dan alam semesta,
serta menyuruh manusia untuk mencari ilmu pengetahuan.[25]
Alquran
dikatakan sebagai mukjizat yang diam apabila relatif, dibandingkan dengan
mukjizat-mukjizat yang pernah diturunkan Allah kepada para nabi pendahulunya.
Nabi
Musa AS. Misalnya, selain memiliki kitab suci Taurat, juga memiliki tongkat
yang dapat menjadi ular dan membelah laut merah diantara Afrika dan Asia. Hal
ini diberikan Allah SWT. Karena di zaman tersebut orang-orang sedang
gandrungnya akan sihir, sehingga Allah menghendaki Rasul-Nya yang lebih mapan
dan berkemampuan.
Sebagai
contoh lainnya, Nabi Isa AS., selain memiliki kitab suci Injil, beliau juga
memiliki sepasang tangan yang atas izin Allah, dapat menghidupkan orang mati
dan menyembuhkan orang buta. Hal ini diberikan Allah Karen di zaman itu
orang-orang harus memiliki Rasul-Nya yang lebih mapan dan berkemampuan, karena
rendahnya tingkat keimanan, namun sampai keberangkatan Nabi Isa AS. Murid
beliau tidak lebih dari 12 orang saja.
Muhammad,
sebagai Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, yang diharapkan pengaruhnya sampai
di akhir zaman, kendati kemajuan ilmu yang semakin canggih, Nabi Muhammad Saw.,
harus memiliki mukjizat yang penuh ilmiah. Sebagaimana yang diketahui, bahwa
hasil setiap penelitian dan penemuan seorang ilmuan atau pakar, disuguhkan
kepada kita melalui sebuah buku. Itulah sebabnya mukjizat utama Nabi Muhammad
Saw., adalah Alquran, yang sekaligus menghimpun Taurat, Zabur dan Injil
tersebut di atas. Sedangkan mukjizat Nabi Muhammad Saw., yang lain seperti
membelah bula dan memancarkan air dari ujung jarinya tidak terlalu
dipopulerkan, untuk menjaga pengkultusan. Oleh karenanya, mukjizat itu diam
sehingga diharapkan umat islam untuk aktif.[26]
e.
Al-Jurjani[27]
هوالمنزل علي الرسول
المكتوب في المصاحف المنقول عنه نقلا متواترا بلاشبهة والقران عنداهل الحق هوالعلم
اللدني الاجمالي الجامع للحقائق كلها
“Alquran ialah kitab yang diturunkan kepada Rasul, tertulis
dalam mushaf-mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa syubhat, sedangkan
Alquran itu menurut penuntut kebenaran ialah ilmu laduni secara globlal yang
mencakup segala hakikat kebenaran.”[28]
f.
Dr. Subhi
Al-Shalih[29]
القران هوالكتاب المعجز
المنزل علي النبي صلي الله عليه وسلم المكتوب في المصاحف المنقول عليه بالتواتر
المتعبد بتلاوته
“Alquran adalah firman Allah yang bersifat atau berfungsi
mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian nabi Muhammad Saw.) yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw., yang tertulis di dalam mushaf-mushaf. Yang dinukil
atau diriwayatkan dengan jalan mutawatir, dan yang dipandang beribadah
membacanya.”[30]
g.
Ali Ash-shobuni[31]
القران هو كلام الله
المعجز المنزل علي خاتم الانبياء والمرسلين بواسطة الامين جبريل عليه السلام
المكتوب بالمصاحف المنقول الينا بالتواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة الفاتحة
المختتم بسورة الناس
“Alquran ialah kalamullah yang mu’jiz diturunkan kepada penutup
para Nabi dan para Rasul, dengan perantaraan yang dapat dipercaya yaitu Jibril
AS. Yang ditulis dalam mushafdan dinukilkan kepada kita dengan mutawatir, serta
diperintah membacanya, diawali dengan surat Al-Fatiihah dan diakhiri dengan
surat An-Nas.”[32]
h.
Prof. TM. Hasby
Ash-Siddiqie[33]
Alquran
adalah wahyu yang diterima oleh malaikat Jibril dari Allah SWT. dan disampaikan
kepada Rasul-Nya Muhammad Saw., Yang tak dapat ditandingi oleh siapapun, yang
diturunkan berangsur-angsur lafaz dan maknanya, yang dinukilkan dari Muhammad
Saw., kepada kita umatnya dengan jalan mutawatir, dan tertera dengan
sempurna dalam mushaf baik lafaznya, maupun maknanya, sedang yang membacanya
diberi pahala, karena membaca Alquran dihukumkan suatu ibadah.[34]
Alquran
itu wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Muhammad Saw., yang telah disampaikan
kepada umatnya dengan jalan mutawatir, yang dihukum kafir orang yang
mengingkarinya.[35]
i.
Az-Zarqani[36]
Alquran
itu adalah lafaz yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., dari permulaan
surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas.[37]
j.
Abdul Wahab
Khalaf[38]
القران هو كلام الله
الذي نزل به الروح الامين علي رسول الله محمد ابن عبدالله بالفاظه العربية ومعانيه
الحقة ليكون حجة للرسول علي انه رسول الله ودستور للناس يهتدون بهداه, يتعبدون
بتلاوته وهو المدون بين دفتي المصحف, المبدوء بسورة الفاتحة المختوم بسورة الناسو
المنقول الينا بالتواتر كتابة و مشافحة جيلا عن جيل محفوظا من اي تغييراو تبديل
“Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kedapa hati
Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ar-Ruh Al-Amin (Jibril AS.) dengan
lafaz-lafaznya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi
hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi
manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana pendekatan diri dan
ibadah kepada Allah dengan membacanya. Alquran itu terhimpun dalam mushaf,
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan
kepada kita secara mutawatir[39]
dari generasi kegenerasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari
perubahan atau pergantian.”[40]
Dari
definisi-definisi tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Alquran adalah
kitab Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., melalui malaikat Jibril
secara berangsung-angsur, yang tidak dapat ditandingi oleh manusia baik dari
segi bahasa maupun isinya, dimanapun dan di waktu kapanpun, yang diriwayatkan
dengan cara mutawatir tanpa ragu lagi, tertulis dalam mushaf-mushaf, dihukum kafir
orang yang mengingkarinya, mendapat pahala orang yang membacanya, serta manjadi
petunjuk bagi manusia.
Berbagai
definisi tersebut, masing-masing antara satu dan lainnya tampak saling
melengkapi. Dari bermacam definisi tersebut tampak pula perbedaan antara
sifat-sifat yang dimiliki Alquran dengan kitab-kitab lainnya. Sifat-sifat
tersebut adalah sebagai berikut:[41]
a. Isi
Alquran
Dari
segi isi, Alquran adalah kalam Allah atau firman Allah. Dengan sifat ini,
ucapan Rasulullah, malaikat, jin dan sebagainya tidak dinamakan Alquran. Kalam
Allah mnmpunyai keistimewaan-keistimewaan yang tidak mungkin dapat ditandingi
oleh perkataan lainnya.[42]
b. Cara
turunnya
Alquran
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., Alquran merupakan kalam Allah yang
diturunkan, bukan kalam-Nya yang tidak diturunkan, seperti firman Allah:
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya,
niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."[43]
Alquran
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang disampaikan melalui perantara
malaikat Jibril. Dengan demikian, jika ada wahyu Allah yang langsung
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., tanpa perantara malaikat Jibril, seperti
hadis qudsi, tidaklah termasuk Alquran. Atau mungkin wahyu-wahyu lainnya yang
tidak tertulis yang disampaikan Tuhan kepada manusia dalam bentuk ilham dan
sebagainya tidaklah disebut Alquran. Alquran terbatas pada jenis wahyu yang
tertulis dalam bahasa Arab dan disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., melalui
malaikat Jibril.[44]
c. Pembawanya
Dari
segi pembawanya, Alquran diturunkan depada Nabi Muhammad Saw., Beliau adalah
seorang Rasul yang dikenal dengan gelar al-Amin (terpercaya). Dengan demikian,
Zabur, Taurat, Injil dan maupun suhuf-suhuf lainnya bukanlah Alquran, karena
tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
d. Fungsinya
Dalam definisi Alquran tersebut di atas
disebutkan bahwa Alquran antara lain berfungsi sebagai dalil atau petunjuk atas
kerasulan Muhammad Saw., pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi
yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan.
e. Susunannya
Alquran
terhimpun dalam suatu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surat-surat.
Ayat-ayat Alquran disusun sesuai dengan petunjuk Nabi Saw., karena itu, susunan
ayat ini bersifat tauqifi[45].
Sedangkan urutan surat yang dimulai dengan Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
Al-Nas disusun berdasarkan ijtihad dan kerja keras para sahabat di zaman
pemerintahan Abu Bakar dan Utsman bin Affan.[46]
Para sahabat yang menyusun Alquran itu terkenal jujur, cerdas, pandai, sangat
mencintai Allah dan Rasul-Nya dan hidup serta menyaksikan hal-hal yang
berkaitan pada waktu ayat Alquran turun.
Alquran
diriwayatkan secara mutawatir. Alquran harus diriwayatkan atau dinukilkan
secara mutawatir. Dengan demikian, tidak ada sekecil apapun bagian dari Alquran
yang tidak dikenal secara luas di kalangan masyarakat Islam di setiap generasi.
Di dalamnya tidak ada yang gharib (asing).[47]
f. Membacanya
dinilai sebagai ibadah
Alquran
memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki oleh yang lainnya, yaitu membacanya
dinilai sebagai suatu ibadah (khusus). Dengan demikian, hadis qudsi bukanlah
Alquran karena tidak memiliki keistimewaan di atas.[48]
Telah
disebutkan sebelumnya beberapa definisi terminologi terhadap Alquran dari para
ahli. Secara ringkas, dari definisi-definisi tersebut mengandung beberapa hal
yang pasti ada di tiap definisi yaitu:
a. Kalamullah
Alquran
adalah kalamullah[49],
firman Allah SWT., telah dijelaskan sebelumnya bahwa Alquran bukanlah perkataan
manusia, jin ataupun malaikat. Alquran tidak berasal dari pemikiran manusia
baik berupa perkataan biasa ataupun berbentuk sya'ir, bukan pula sihir dan
bukan pula hasil dari pemikiran filsafat.
"Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut
kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya)."[50]
b. Mukjizat
Kata
I'jaz Alquran merupakan murokab idhofi yang terdiri dari dua kata yaitu i'jaz
dan Alquran. Kata mukjizat secara bahasa adalah mashdar dari kata 'ajaza,
yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Selanjutnya Quraish Shihab
menjelaskan bahwa pelakunya yang melemahkan itu dikatakan mu'jiz bila
kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol, sehingga mampu membungkam
lawan, maka ia dinamakan mukjizat. Tambahan ta' marbuthoh pada akhir
kata mukjizat mengandung makna mubalaghoh (superlatif).[51]
Kata
mukjizat terambil dari fi'il tsulatsi mujarrat 'ajaza yang berarti
lemah, lawan dari qowy yang artinya kuat/mampu, sedangkan definisi i'jaz
al-Qur'an para ulama mempunyai kesamaan pendapat sebagaimana terdapat dalam
kitab al-Itqan fi Ulumil Quran dan juga pada Mabahis fi Ulum Alquran
maksudnya; suatu yang luar biasa yang ditandai dengan adanya tantangan
sementara ia selamat dari perlawanan.[52]
Mukjizat
al-Qur'an dapat disimpulkan dengan suatu kejadian yang luar biasa, ajaib dan
menakjubkan, yang diakui oleh seorang yang mengaku nabi, yang melemahkan
manusia baik sendiri ataupun secara kolektif untuk mendatangkan yang
serupa/menyerupainya, dan lawan tidak mampu menyainginya.[53]
Yang
dimaksud i'jaz dalam pembicaraan ini ialah menampakan kebenaran Nabi dalam
pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakan kelemahan orang Arab untuk
menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Alquran, dan kelemahan generasi-generasi
sesudah mereka. Alquran digunakan Nabi untuk menantang orang-orang Arab tetapi
mereka tidak sanggup menghadapinya, padahal mereka sedemikian tinggi tingkat fasahah
dan balaghah-nya. Hal ini tidak lain karena al-Qur'an adalah mukjizat.
Dalam konteks untaian Alquran adalah minimal satu surat walau pendek, atau tiga
ayat atau satu ayat yang panjang seperti ayat kursi (Q.S. al-Baqarah: 225).[54]
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan
tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar."[55]
"Katakanlah: "Sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka
tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka
menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".[56]
"Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad
telah membuat-buat Alquran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka
datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan
panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu
memang orang-orang yang benar".[57]
"Atau (patutkah) mereka mengatakan
"Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu
katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah
siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu
orang yang benar."[58]
c.
Diturunkan
Kepada Nabi Muhammad Saw.
Alquran itu khusus diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., sedangkan
yang diturunkan kepada Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad Saw., -seperti Taurat
kepada Nabi Musa, Zabur kepada Nabi Daud dan Injil kepada Nabi Isa- tidak
disebut dengan Alquran. Demikian pula hadis qudsi, tidak bisa disamakan dengan
al-Qur'an.
Al-Qur'an menjelaskan dalam surat asy-Syura ayat 51 tentang
bagaimana Allah menurunkan wahyu-Nya:
"Dan tidak mungkin bagi seorang
manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu
atau dibelakang tabir[59]
atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana."[60]
Dijelaskan dalam ayat di atas, tiga metode penurunan wahyu. Kadang
kala, Allah menurunkan wahyu dengan "membisikan" secara langsung ke
dalam hati Nabi dan tidak ada keraguan dalam hati Nabi bahwa itu benar dari
Allah. Berdasarkan hadis sahih Ibnu Hibban bahwa Rasulullah Sallallahu'alaihi
wasallam berkata:
إِنَّ رُوْحَ الْقُدُسِ نَفَثَ فِي رُوعِي أَنَّ نَفْسًا لَنْ
تَمُوتَ حَتْى تَسْتَكْمِلَ رِزْقَهَا وَأَجَلَهَا، فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا
فِي الطَّلَب
"Sesungguhnya Ruh Qudus (Jibril) menghembuskan ke dalam hatiku
bahwa tidak ada jiwa yang mati sampai sempurnalah rizqinya dan telah tiba ajalnya,
maka bertaqwalah kepada Allah dan tetaplah mencari (rizki) di jalan yang
benar."[61]
Kedua, Allah menurunkan wahyu-Nya dari balik tirai. Sebagaimana
yang terjadi pada Nabi Musa 'alaihis salam. Nabi Musa memohon untuk
melihat Allah setelah berbicara kepada-Nya, tetapi Allah tidak mengizinkan.
Dalam kitab hadis shohih, diriwayatkan bahwa Rasulullah berkata kepada Jabir
bin Abdullah:
مَا كَلَّمَ اللهُ أَحَدًا إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
"Allah tidak berkata-kata kepada siapapun
kecuali dari balik tabir."
Begitulah yang ditegaskan dalam hadis bahwa tidak ada yang
berbicara secara langsung kepada Allah kecuali terhalang oleh tabir. Ketiga,
Allah menurunkan wahyu dengan cara mengutus utusan (Jibril) kepada Rasul-Nya,
kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi.
Dalam menyampaikan wahyu, terkadang malaikat Jibril menampakan
wujud aslinya,[62]
menyerupai sosok manusia,[63]
disampaikan langsung ke dalam hati Nabi tanpa menampakan diri, mimpi yang benar
dan atau malaikat datang dalam bentuk gemerincing lonceng; inilah cara yang
paling berat bagi Nabi.[64]
Sebagaimana keterangan 'Aisyah:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ
يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ
فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي
الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ
الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
"Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada
kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin,
bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam: "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada
engkau?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
"Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng dan cara ini
yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang
disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu
berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya". Aisyah berkata:
"Sungguh aku pernah melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu
'alaihi wasallam pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhenti, dan aku
lihat dahi Beliau mengucurkan keringat."[65]
d.
Diturunkan
Secara Mutawatir
Secara singkat, mutawatir maksudnya diriwayatkan oleh orang banyak,
yang mana orang banyak itu tidak mungkin untuk bersepakat dalam kedustaan.
e.
Membacanya
Bernilai Ibadah
Berbeda dengan buku-buku tulisan manusia bahkan hadis Nabi Muhammad
Saw., al-Qur'an memiliki kekhususan tersendiri karena membacanya saja bernilai
ibadah di mata Allah SWT.
Rasulullah Saw., bersabda dari Aisyah radhiallahu 'anha:
الماهربالقران
مع السفرة الكرام البرارة والذي يقراء القران ويتعتع فيه وهوعليه شاق له اجران
"Orang yang membaca Alquran dan dia
pandai membacanya maka dia akan bersama malaikat yang mulia dan berbakti.
Adapun orang yang membaca Alquran dan tidak lancer membacanya dan berat baginya
maka dai akan mendapatkan dua pahala."[66]
[1] Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad
bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: محمد بن إدريس
الشافعي) yang akrab dipanggil Imam Syafi'i (Ashkelon, Gaza, Palestina,
150 H / 767M - Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besarSunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i.
Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah,
ia termasuk dalam Bani Muththalib,
yaitu keturunan dari al-Muththalib,
saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
[2] Abul al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari, salah seorang perantara dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah.
Al-Asy'ari lahir tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M [1] Al-Asy'ari lahir di Basra,
namun sebagian besar hidupnya di Baghdad.
pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan
mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai berusia 40 tahun, dan tidak
sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun
pada tahun 912 dia mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan
mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di
rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah. Di depan banyak orang
ia menyatakan bahwa ia mula-mula mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah
Swt tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri
yang memperbuatnya (semua pendapat aliran Muktazilah). Kemudian ia mengatakan:
"saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak
paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan
kelemahan-kelemahanya".
[3] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,
hal. 50.
[4] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,
hal. 52.
[5] Al-Farra’
adalah seorang ulama ahli nahwu dan terkenal pula sebagai ahli bahasa Arab di
Kufah. Nama aslinya adalah Yahya bin Ziyad al-Dailami dan dijuluki Abu
Zakariya. Ia menulis buku tentang Ma’ani Alquran (makna Alquran). Wafat tahun
207 H.
[6] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV,
1995, hal. 52.
[7] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,
hal. 52.
[8] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV,
1995, hal. 53.
[9] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,
hal. 53.
[10] TM. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Pustaka
Rizki Putra, Semarang, 2012. Hal. 3.
[11] TM. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Pustaka
Rizki Putra, Semarang, 2012, hal. 4
[12] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,
hal. 53.
[13] Mana'
Al-Qaththan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.
Hal. 11.
[14] Q.S.
Al-Qiyamah 17-18.
[15] Abuddin Nata, Alquran
Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), Rajawali Press, Jakarta, cet. IV, 1995,
hal. 54.
[16]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press. Hal. 4.
[17] Q.S Al-Kahfi:
109.
[18] Q.S. Luqman:
27.
[19] Mana’ul
Quthan, op. cit., hal. 12-13.
[20] Zainal Abidin
S., Seluk-Beluk Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal. 1-2.
[21] Ahmad Von Denffer lahir di Jerman pada tahun 1949, menyelesaikan pendidikan tentang Islam dan Sosial Antropologi dari Universitas Mainz, ia adalah Wakil Presiden U.K. Dewan Internasional yang berbasis Informasi Islam, ia juga anggota pendiri Organisasi Amal Islam Internasional, Kuwait, beberapa karyanya yang telah diterbitkan meliputi: a) A Day with the Prophet. b) German Translation of "Nawawi’s Forty Hadith". c) Islam for Children. d) Christians in the Qur’an and the Sunnah. e) Ulum Al-Qur’an: An Introduction to the Sciences of the Qur’an. f) Research in Islam: Basics, Principles & Practical Suggestions.
[22] Ahmad Von
Denffer, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, Rajawali Press, Jakarta, 1988.
Hal. 9.
[23] Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si. (lahir di Nagari Simalanggang, Payakumbuh, Sumatera Barat, Indonesia, 14 Juni 1952;
umur 62 tahun) adalah seorang staf pengajar dan rektor dari Universitas Pandanaran Semarang masa bakti 2010-2014. Ia sebelumnya sempat
berprofesi sebagai PNS tepatnya
sebagai staf pengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Ia terkenal
setelah berhasil membongkar beberapa kasus kriminal yang terjadi di sekolah tersebut. Selain sebagai dosen, Inu Kencana juga
dikenal sebagai penulis buku aktif hingga saat ini. Buku terlaris yang ditulis
oleh Inu Kencana adalah IPDN
Undercover.
[24] Inu Kencana
Syafiie, Alquran dan Ilmu Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Hal.1-2.
[25] Inu Kencana
Syafiie, Alquran dan Ilmu Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Hal. 3.
[26] Inu Kencana
Syafiie, Al-Qur’an Adalah Filsafat, Perca Press, Jakarta, 2003. Hal. 55.
[27] Abu Al-Hasan Ali bin Abdul Aziz bin Al-Hasan Al-Jurjani (bahasa Arab: أبو الحسن علي
بن عبدالعزيز بن الحسن الجرجاني),
atau lebih dikenal dengan Al-Qadhi
Al-Jurjani lahir di Gorgan, Persia Utara dan tidak diketahui tahun kelahirannya,
wafat di Ray, Persia pada tahun 392 H/1001.
Ia adalah seorang ulama di bidang bahasa dan sastra Arab.
[28] Masyhuri
Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung,
1987. Hal. 1.
[29] Subhi Saleh ( lahir 19 September 1953 ) adalah seorang pengacara Mesir dan seorang anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin . Dari tahun 2005 sampai 2010, ia mewakili distrik Alexandria Ramla di Parlemen Mesir , milik blok Ikhwanul Muslimin. Pada tanggal 2 April 2003, dia ditangkap (bersama dengan anggota lain dari kepemimpinan Ikhwanul Muslimin Alexandria ) .
[30] Masyhuri
Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung,
1987. hal. 2.
[31] Prof. DR. Muhammad Ali Ash Shabuni (bahasa Arab: محمد علي
الصابوني, lahir di Aleppo, Suriah, 1 Januari 1930;
umur 84 tahun) adalah seorang mufassir dan ulama yang berasal dari Suriah, dan merupakah salah
seorang Guru Besar ilmu tafsir di Umm Al-Qura University, Makkah, Saudi Arabia.
[32] Masyhuri
Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung,
1987, hal. 3.
[33] Profesor Doktor Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy lahir di Lhokseumawe , 10
Maret 1904 – meninggal di Jakarta, 9
Desember 1975 pada umur 71 tahun. Ayahnya Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husien
ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama’ terkenal di kampungnya dan mempunyai
sebuah pondok. Ibunya Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi
Abdul Aziz , merupakan anak seorang Qadi Kesultanan Acheh ketika itu. Menurut
salasilah, Hasbi ash Shiddieqy adalah berketurunan Abu Bakar al-Shiddiq
(573-13/634M) yaitu khalifah yang pertama. Beliau merupakan generasi ke 37 dari
Abu Bakar al-Shiddiq yang meletakkan gelaran ash Shiddieqy diakhir namanya. Menurut
catatan, karya tulis yang telah dihasilkannya berjumlah 73 judul buku, terdiri
dari 142 jilid, dan 50 artikel. Sebagian besar karyanya adalah buku-buku fiqh
yang berjumlah 36 judul. Sementara bidang-bidang lainnya, seperti hadis
berjumlah 8 judul, tafsir 6 judul, dan tauhid 5 judul, selebihnya adalah
tema-tema yang bersifat umum. Karya terakhirnya adalah Pedoman Haji, yang ia
tulis beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Karya Hasbi paling fenomenal
adalah Tafsir an-Nur. Sebuah tafsir al-Qur`an 30 juz dalam bahasa Indonesia.
Karya ini fenomenal karena tidak banyak ulama Indonesia yang mampu menghasilkan
karya tafsir semacam itu.
[34] Abudin Nata, Alquran
dan hadis, Rajawali Press, 1995. Hal. 55.
[35] TM. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Pustaka
Rizki Putra, Semarang, 2012. Hal. 2-3.
[36] Salah satu
ilmuan muslim yang berpengaruh. Karyanya telah menjadi bagian dari perkembangan
ilmu asronomi hingga bentuknya yang sekarang ini. Sering dikatakan umat Islam
memberikan kontribusa yang sanga besar pada astronomi. Az-Zarqali adalah salah
satu ilmuawan muslim yang membuktika dari kenyataan itu.
[37] Abudin Nata, Alquran
dan hadis, Rajawali Press, 1995, hal. 55.
[38] Ia adalah guru besar bidang ilmu usul fikih dari
Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Tokoh yang satu ini, memiliki beberapa buah
karya dalam bidang ilmu Ushul al-Fiqh. Kepakarannya dalam bidang ini tak perlu
diragukan. Sebab, dari karya-karyanya, menggambarkan luasnya pengetahuan dan
kedalaman ilmu si penulisnya. Dan, bagi mahasiswa yang intens mendalami materi
hukum Islam, nama Abd al-Wahab Khallaf senantiasa disebut bersamaan dengan
karya-karya dalam usul fikih itu. Ia membahas berbagai macam kaidah-kaidah usul
fikih dan mengkaji berdasarkan pemahamannya dari karya-karya ulama terdahulu,
seperti Muhammad bin Idris asy-Syafii dan Jalaluddin as-Suyuthi. Sebagaimana
pokok pembahasan ilmu usul fikih, Abd al-Wahab Khallaf, juga membahas
bidang-bidang pokok itu. Seperti sumber-sumber hukum Islam, mulai dari Alquran,
Hadis, Ijma, Qiyas, Ijma sahabat, Maslahah al-Mursalah, Syaddu adz-Dzarai,
Hukum Adat, Istihsan, dan Istishab. Tak lupa pula, Abd al-Wahab mengupas
tujuan, prinsip, serta asas hukum Islam. Termasuk, kaidah usul fikih yang lima,
yakni ,Al-Masyaqqat Tajlib at-Taisir, al-'Adah Muhakkamah, Ad-Dlararu
Yuzalu, Al-Yaqinu La Yuzalu bi asy-Syak dan al-Umuru bi Maqashidiha.Polemik
negara IslamNamun, tak hanya bidang usul fikih, Dr Abd al-Wahab Khallaf juga
terkenal dengan penguasaan pada bidang ilmu tata negara (al-ahkam as-Sulthaniyah
atau as-Siyasah).
[40]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang. hal.
7-8.
[41]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal.
8.
[42]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal.
9.
[43] Q.S. Luqman:
27.
[44]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal.
10.
[46] Abudin Nata, Alquran
dan hadis, Rajawali Press, 1995. Hal. 57.
[47]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal.
10-11.
[48]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang, hal.
11.
[49] Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat
Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan
dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada
makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun
Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.
[50] Q.S. An-Najm:
3-4.
[51] Almunadi,
Ulumul Qur'an I, Grafika Telindo Press, Palembang, 2012. Hal. 101-102.
[52] Almunadi,
Ulumul Qur'an I, Grafika Telindo Press, Palembang, 2012, hal. 102.
[53] Almunadi,
Ulumul Qur'an I, Grafika Telindo Press, Palembang, 2012, hal. 102.
[54]
Halimatussa'diyah, Ulumul Qur'an, Grafika Telindo Press, Palembang,
2006. Hal. 182.
[55] Q.S.
Al-Baqarah: 23.
[56] Q.S. Al-Isra':
88.
[57] Q.S. Hud: 13.
[58] Q.S. Hud: 38.
[59] Di belakang
tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi dia tidak
dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
[61] Disampaikan
oleh Ahmad Putra Dwitama dalam presentasi makalah Islam Sebagai Agama Wahyu,
hal. 6-8.
[63] Seperti ketika malaikat datang kemudian mengajarkan tentang apa itu
Islam, Iman dan Ihsan kepada Nabi.
[65] Al-Bukhori, Kitab
Permulaan Wahyu, hadis no. 2.
[66] H.R. Muslim.
No. 798.