27/04/15

Tafsir Dan Hermeneutika

oleh: Ahmad Putra Dwitama
Salah satu dari pesan penting di akhir hidup Rasulullah Muhammad Saw., kepada semua umat Islam adalah untuk berpegang teguh kepada Alquran dan Sunnah-sunnah beliau. Barang siapa yang berpegang teguh pada keduanya maka ia tidak akan tersesat selamanya.
Alquran merupakan suatu kitab yang memancar darinya aneka ragam bentuk cahaya keilmuan, yang mana dengan pancaran itu fungsinya sebagai petunjuk kehidupan dapat terwujud. Bagaikan sebuah lilin, tidak akan memancarkan cahaya sebelum ada usaha untuk menyulut sumbunya. Demikian cahaya Alquran tidak akan nampak sebelum dibaca, dikaji, serta dipahami.
Dalam upaya memahami Alquran inilah dibutuhkan metode dan ilmu-ilmu yang mendukung. Para ahli atau yang biasa disebut dengan seorang mufasir pun telah merumuskan, bahkan dengan panjang lebar, metode dan ilmu yang berkaitan tentang bagaimana memahami Alquran dengan benar.
Beriringan dengan perjalanan waktu, semakin berkembang ilmu tentang Alquran. Banyak ahli yang telah menuangkannya dalam bentuk buku secara ringkas ataupun sampai berjilid-jilid. Intinya, semua mencoba untuk menjelaskan bahwa dalam memahami Alquran, dibutuhkan alat yang tepat supaya tidak terjadi penyimpangan penafsiran.
Dewasa ini, didorong dengan motivasi Alquran yang yashluh fi kulli makan wa zaman (cocok di semua tempat dan waktu), para ahli tafsir dituntut untuk memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang menimpa umat Islam khususnya, agar kedudukan Alquran sebagai pemberi cahaya petunjuk tetap pada fungsinya.
Berangkat dari motivasi tersebut, beberapa ahli mencoba menawarkan "alat baru" dalam memahami Alquran. Alat yang pada sudut pandang tertentu mereka sebut sebenarnya, pada dasarnya telah ada pada alat penafsiran sebelumnya. Juga pada sudut pandang lainnya, dianggap berbahaya jika dipakai dalam memahami Alquran. Alat tersebut disebut hermeneutika. Hal ini lah yang dicoba untuk diuraikan oleh penulis dalam makalah singkat ini.

Tafsir
Pengertian Tafsir
Secara etimologi ialah menerangkan dan menyatakan.[1] Sedangkan Quraish Shihab menerangkan bahwa kata tafsir pada mulanya berarti penjelasan, atau penampakan makna.[2] Dalam Alquran disebutkan:
Ÿwur y7tRqè?ù'tƒ @@sVyJÃŽ/ žwÃŽ) y7»oY÷¥Ã…_ Èd,ysø9$$ÃŽ/ z`|¡Ã´mr&ur #·ŽÃ…¡Ã¸Ã¿s? ÇÌÌÈ  
"Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya".
Secara terminology, Quraish Shihab mengartikan tafsir dengan penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia.[3]
Sedangkan menurut al-Kilby dalam al-Tashil sebagaimana yang dikutip oleh Hasbi ash-Shiddieqy tafsir adalah mensyarahkan Alquran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nash-nya atau dengan isyaratnya ataupun dengan najwah­-nya.[4]
Dua definisi tersebut sama-sama mendefinisikan tafsir sebagai kegiatan menjelaskan (mensyarah) Alquran.
Tujuan Tafsir
Mempelajari tafsir memiliki tujuan untuk memahami makna-makna Alquran, hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, akhlak-akhlaknya dan petunjuk-petunjuk lainnya untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan tafsir seseorang dapat terhindar dari kesalahan dalam memahami Alquran.[5]
Hukum Mempelajari Tafsir
Abd. al-Hayy al-Farmawi menyimpulkan, para ulama sepakat bahwa hukum mempelajari tafsir adalah fardhu kifayah.[6]
Keutamaan Tafsir
Umat Islam tidak akan bisa bangkit dan meningkatkan martabat hidupnya melainkan dengan cara mengambil bimbingan serta petunjuk dari ajaran-ajaran Alquran. Ajaran-ajaran Alquran itu tidak akan dapat dipahami kecuali dengan mengetahui jalan penafsirannya, mengerti kandungan maknanya, serta cara memutuskan hukum-hukum dari ayat-ayatnya.[7]
Ditinjau dari aspek tujuannya tafsir memiliki keutamaan untuk selalu berpegang teguh kepada "tali" agama yang kokoh dan untuk mencapai kebahagiaan. Dari aspek kebutuhan, kesempurnaan agama dan dunia sangat memerlukan ilmu agama, sementara ilmu-ilmu agama ini bergantung kepada pengetahuan tentang Alquran itu sendiri.[8]
Kegunaan Tafsir
(1)   Mengetahui maksud Allah yang terdapat dalam syariat-Nya.
(2)   Mengetahui petunjuk Allah mengenai akidah, ibadah, akhlak dsb.
(3)   Mengetahui kemukjizatan Alquran.
(4)   Menyampaikan seseorang ke derajat ibadah yang paling baik.[9]
Syarat-syarat Penafsir
(1)   Memiliki i'tikad yang benar dan mematuhi segala ajaran agama
(2)   Mempunyai tujuan yang benar
(3)   Seorang penafsir seyogyanya hanya berpegang kepada dalil naqli dari nabi, sahabat, dan orang-orang yang hidup sezaman dengan mereka, serta harus menghindari segala sesuatu yang tergolong bid'ah[10]
(4)   Menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan:
a.       Ilmu Bahasa Arab
b.      Ilmu Nahwu
c.       Ilmu Sharaf
d.      Pengetahuan tentang isytiqaq (akar kata)
e.       Ilmu al-Ma'any
f.       Ilmu al-Bayan
g.      Ilmu al-Badi'
h.      Ilmu al-Qira'at
i.        Ilmu Ushul al-Din
j.        Ilmu Ushul al-Fiqh
k.      Asbab al-Nuzul
l.        Nasekh dan Mansukh
m.    Fiqih/Hukum Islam
n.      Hadis-hadis nabi yang berkaitan dengan penafsiran ayat
o.      Ilmu al-Mauhibah.[11]
Metode Tafsir
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Quraish Shihab bahwa tafsir ialah penjelasan tentang maksud-maksud Allah dalam firman-Nya sesuai dengan kemampuan manusia. Dari kata penjelasan, lahir pemahaman bahwa ada sesuatu yang dihidangkan sebagai penjelasan serta cara menghidangkan penjelasan itu. Dari kalimat sesuai kemampuan manusia tersirat keanekaragaman penjelasan dan caranya.[12]
Terdapat beberapa metode tafsir yang dikenal dengan beragam macam cara penyajiannya:
(1)   Tahlily/Analisis
(2)   Ijmaly/Global
(3)   Muqarin/Perbandingan
(4)   Maudhu'i/Tematik.[13]

Hermeneutika
Ringkas Tentang Hermeneutika dan Pokok Bahasannya
Sebagian perbincangan tentang problem hermeneutika modern terletak pada kesulitan menempatkan suatu definisi hermeneutika yang dapat disepakati bersama. Banyak usaha telah dilakukan untuk menganalisis makna verbal hermeneutika yang cocok dengan istlah Inggris hermeneutics dan dengan verba Latin interpretari dalam rangka memperoleh definisi yang diinginkan. Sebagian upaya juga didedikasikan untuk menemukan perbedaan-perbedaan etimologis antara hermeneuein dan exegeisthai yang dapat menyajikan titik terang perbedaan antara hermeneutika dan eksegesis (penafsiran).[14]
Secara ringkas hermeneutika mempunyai tiga makna: pertama adalah mengungkapkan, menafsirkan atau menjelaskan; yang kedua adalah menerjemahkan, dan makna hermeneutika yang ketiga dapat digambarkan sebagai "mentransmisikan pemahaman" dan "membuat paham", baik melalui tuturan bebas, menafsirkan sesuatu yang telah dibicarakan, atau menafsirkan melalui terjemahan.[15]
Menurut Quraish Shihab, hermeneutika adalah alat-alat yang digunakan terhadap teks dalam menganalisis dan memahami maksudnya serta menampakkan nilai yang dikandungnya. Jelas bahwa yang menjadi pokok bahasan hermeneutika adalah teks, terutama teks-teks lama yang menyangkut masalah sejarah atau agama.[16] Masih menurut pemaparan Quraish Shihab, bahwa hermeneutika berasal dari kata hermenium (Bahasa Yunani) yang berarti penjelasan, penafsiran, penerjemahan. Ada juga pendapat bahwa hermeneutika ada kaitannya dengan Hermes yang diyakini sebagai sosok pembawa berita dari para dewa untuk selanjutnya dijelaskan pada manusia. Bahkan ada yang menyatakannya sebagai Nabi Idris as.[17]
Objek Kajian
Pada awalnya, hermeneutika diadopsi oleh sebagian kalangan cendikiawan Kristen Protestan sekitar tahun 1654 M. Hermeneutika dijadikan alat atau seni interpretasi Perjanjian Lama dan Baru. Dewasa ini, objek kajiannya pun berkembang, dari kitab suci umat Kristiani, kemudian mencakup bidang-bidang humaniora, seperti sejarah, sosiologi, antropologi, filsafat, estetika, dan folklor.[18]
Fungsi Mempelajari Hermeneutika
Drs. M. Munir menjelaskan, fungsi dari memperlajari hermeneutika antara lain:
(1)   Menjelaskan ide dalam pikiran melalui kata-kata
(2)   Menjelaskan makna yang masih samar menjadi lebih jelas
(3)   Menerjemahkan suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang lebih dikuasai
(4)   Mencari makna yang relevan dan kontekstual di era sekarang
Hermeneutika akan membawa pemakainya kepada sifat skeptis. Berbagai pertanyaan akan muncul seperti apakah hakikat teks? Apa makna pemahaman dan penafsiran? Apa hubungan teks dengan budaya, sejarah, dan peninggalan lama? Apa hubungan teks dengan pemilik (pengucap/penulis teks)? Pertanyaan serupa, jika dibawa kepada Alquran; apa hakikat ayat Alquran ini? Siapa pengarangnya? Bagaimana kondisi si pengarang? Apa tujuan si pengarang?
Dari sikap tersebut juga dapat memberi sisi positif antara lain:
(1)   Dapat melahirkan makna actual sebuah teks
(2)   Mendekatkan teks dengan para pembaca
(3)   Mengeliminir mistikasi penafsiran kitab suci
(4)   Lebih terukur
(5)   Lebih lentur/ fleksibel
Beliau juga mengingatkan, mengutip pemaparan Abdul Mustaqim, dalam mempelajari dan menerapkan hermeneutika terhadap Alquran perlu memperhatikan hal-hal berikut:
(1)   Jangan menggugat otoritas Alquran
(2)   Tetap menjaga dan menghargai pemikiran ulama masa lampau
(3)   Menjaga hal-hal yang sudah tsawabit (tetap).[19]
Pro dan Kontra Hermeneutika Pada Alquran
Alasan kelompok yang menerima hermeneutika dalam pemikiran Islam adalah sebagai berikut:
(1)   Alquran adalah teks-teks manusia biasa (hasil dari kebudayaan) dank arena itu perlu adanya interpretasi agar dapat dipahami
(2)   Alquran kini sudah saatnya ditafsirkan ulang, karena tafsir Alquran yang ada sekarang hanya ditafsirkan secara tekstual, maka perlu adanya penyesuaian dengan kondisi (konteks) masa sekarang
(3)   Penafsiran Alquran yang ada ini masih relative kebenarannya. Sehingga masih memungkinkan penafsiran-penafsiran yang lebih bebas dari itu
(4)   Unsur pokok yang menjadi pilar utama hermeneutika: tekt, author, dan audience, tidak berbeda dengan konsep tafsir Alquran yaitu: 1) siapa yang mengatakan, 2) kepada siapa diturunkan, dan 3) ditujukan kepada siapa.
(5)   Praktek hermeneutika telah dilakukan dalam dunia penafsiran Islam sejak lama, bahkan sejak awal kajian tafsir, khururnya ketika menghadapi Alquran. Bukti hal itu adalah: 1) kajian-kajian mengenai asbab nuzul dan nasikh-mansukh, 2) penggunaan berbagai teori dan metode dalam proses penafsiran, dan 3) adanya kategorisasi tafsir tradisional seperti; tafsir syi'ah, tafsir mu'tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain-lalin. Ini menunjukkan kesadaran tentang kelompok, ideology, periode, maupun horizon sosial tertentu.
(6)   Istilah hermeneutika dalam pengertiannya hampir sama dengan istilah tafsir atau takwil yang berarti menerangkan atau mengungkap, sedang hermeneutika memiliki pengertian interpretasi.
(7)   Ada kesejajaran antara semangat Reformasi Protestan dan Gerakan Salafiyah dalam Islam. Dalam gerakan salafiyah, dikembangkan suatu tradisi penafsiran Alquran yang kurang labih independen dari tradisi mazhab. Inilah yang menjelaskan kenapa dalam keputusan-keputusan majlis tarjih Muhammadiyah misalnya, rujukan kepada Kitab Kuning yang memuat khazanah tradisi bermazhab sama sekali kurang, atau malah tak ada sama sekali.
Sedangkan kelompok yang menolak hermeneutika dalam kajian Islam, memiliki alasan sebagai berikut:
(1)   Hermeneutika berlandaskan pada pedoman bahwa segala penafsiran Alquran itu relatif. Padahal, fakta menunjukkan bahwa para mufasir sepanjang masa tetap memiliki pedoman-pedoman pokok dalam menafsirkan Alquran
(2)   Pemegang hermeneutika berpendapat bahwa penafsir bisa lebih mengerti lebih baik daripada pengarang, mustahil dapat terjadi dalam Alquran. Tidak pernah ada seorang mufasir Alquran yang mengklain bahwa dia lebih mengerti dari pencipta atau pengarang Alquran.
(3)   Konsep hermeneutika yang berpedoman bahwa interpretasi teks yang berdasarkan doktri dan bacaan yang dogmatis harus ditinggalkan dan dihilangkan (deabsolutisasi) juga tidak sesuai dengan ajaran Islam. Umat Islam diajarkan untuk meyakini bahwa Alquran adalah sebuah mukjizat dan berbeda dengan teks-teks biasa. Doktrin kebenaran Alquran semuanya bersumber kepada Allah dan menjadi syarat keimanan umat Islam.
(4)   Pemegang hermeneutika mengatakan bahwa pengarang tidak mempunyai otoritas atas makna teks, tapi sejarah yang menentukan maknanya juga tidak mungkin diaplikasikan pada Alquran. Seluruh umat Islam sepakat bahwa otoritas kebenaran Alquran tetap dipegang oleh Allah sebagai penciptanya. Realita juga menunjukkan bahwa Allah melalui Alquran justru mengubah sejarah, bukan dipengaruhi atau ditentukan oleh sejarah. Di antara pengaruh Alquran adalah fakta bahwa Alquran telah melahirkan sebuah peradaban baru yang disebut sebagai "peradaban teks".
(5)   Tradisi hermeneutika dalam bible memang memungkinkan. Terdapat berbagai macam Bible dan tiap-tiap Bible ada pengarangnya. Tapi teks Alquran pengarang hanyalah Allah. Karena itu hermeneutika yang diaplikasikan pada Bible tidak mungkin digunakan dalam Alquran.
(6)   Bible diliputi serangkaian mitos dan dogma yang menyesatkan. Hal tersebut memicu digunakannya hermeneutika terhadap Bible. Sedangkan Alquran itu pasti dan terjaga status keasliannya. Begitu pula sejarah dan tradisi tafsir Alquran. Karena Alquran diciptakan oleh zat yang Maha Sempurna dan ditafsirkan oleh makhluk yang penuh keterbatasan, maka tidak akan pernah ada kata sempurna tentang penafsirannya.
(7)   Orang yang ingin menafsirkan Alquran harus memenuhi beberapa syarat ketentuan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya. Hal ini tidak berlaku untuk hermeneutika.[20]

Perbedaan Tafsir dan Hermeneutika
Alquran sebagai sebuah kitab suci dan pedoman hidup kaum Muslimin, telah, sedang, dan akan selalu ditafsirkan. Karena itu dalam pandangan kaum Muslim tafsir Alquran adalah istilah yang sangat mapan. Bagaimanapun, akhir-akhir ini istilah hermeneutika Alquran (Quranic hermeneutic) sering digemakan oleh para orientalis dan para pemikir Muslim modernis seperti Hassan Hanafi, Fazlur Rahman, Mohamed Arkoun, Nars Hamid Abu Zayd, Amina Wadud Muhsin, Ashgar Ali Engineer, Farid Esack, dan lain-lain. Padahal istilah hermeneutika adalah kosa kata filsafat Barat, yang juga sangat terkait dengan interpretasi Bible.
Dari pemaparan sebelumnya, dapat ditulis beberapa perbedaan antara tafsir dan hermeneutika sebagai berikut:
No.
Tafsir
Hermeneutika
1
Memiliki konsep yang jelas, berurat serta berakar dalam Islam
Dibangun atas faham relatifisme dan skeptisisme
2
Para mufasir yang terkemuka sepanjang masa tetap memiliki kesepakatan-kesepakatan
Menggiring kepada gagasan bahwa segala penafsiran Alquran itu relative
3
Merujuk kepada ilmu yang dengannya dilakukan pemahaman terhadap Kitab Allah yang diturunkan kepada Rasulullah, penjelasan mengenai makna-makna dan penarikan hukum berserta hikmahnya diketahui
Diasosiasikan kepada Hermes, seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan Dewata yang masih samar ke dalam bahasa yang dipahami manusia
4
Sumber epistemology adalah wahyu Alquran
Sumber epistemology dari akal yang membawa pada dugaan, keraguan, dan asumsi
5
Sejarah tafsir yang sudah begitu mapan dalam Islam
Muncul di dalam konteks peradaban Barat, yang didominasi oleh konsep ilmu yang skeptic atau spekulasi akal
6
Ilmu pendukung dalam menafsirkan Alquran sudah ada dan mapan
Tidak ada ilmu pendukung hermeneutika.[21]






       [1] Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu Alquran Dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 153.
       [2] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 9.
       [3] M. Quraish Shihab, hlm. 9.
       [4] Hasbi as-Shiddieqy, hlm. 153.
       [5] Hasbi ash-Shiddieqi, hlm. 154.
       [6] Abd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu'iy, Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 6.
       [7] Halimatussa'diyah, Ulumul Quran, (Palembang: Raden Fatah Press, 2006), hlm. 201.
       [8] Abd. al-Hayy, hlm. 7.
       [9] Abd. al-Hayy, hlm. 6.
       [10] Abd. al-Hayy, hlm. 7-8
       [11] M. Quraish Shihab, hlm. 395-396.
       [12] M. Quraish Shihab, hlm. 377-378.
       [13] Abd. al-Hayy, hlm. 11.
       [14] Muhammad 'Ata al-Sid, Sejarah Kalam Ilahi, (Jakarta: Mizan Publika, 2014), hlm. 8.
       [15] M. 'Ata al-Sid, hlm. 8.
       [16] M. Quraish Shihab, hlm. 401. 
       [17] M. Quraish Shihab, hlm 402.
       [18] M. Quraish Shihab, hlm. 404.

0 komentar: