LATAR BELAKANG DAN RUANG LINGKUP ILMU SOSIAL DASAR
oleh: Ahmad Putra Dwitama
PENDAHULUAN
Berbagai permasalahan-permasalahan terasa seperti suatu keharusan
yang mengiringi perjalanan kehidupan manusia di muka bumi. Semakin tua usia
bumi ini, semakin padat penduduk bumi ini, dapat berarti semakin kompleks pula
permasalahan yang timbul. Masalah ekonomi, yang mencakup kemiskinan,
pengangguran, masalah kepadatan penduduk, masalah politik dan segudang
permasalahan lainnya. Mengantarkan manusia sebagai makhluk yang berakal untuk
selalu berfikir untuk memecahkan permasalahan yang pada hakikatnya merupakan
hasil dari perbuatannya sendiri.
ظهر
الفساد في البر والبحر بماكسبت ايدى الناس (الروم:41)
"telah
tampak kerusakan di darat dan lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia" (QS. Al-Ruum: 41)
Dari sinilah sekiranya, ilmu sosial dasar lahir. Berusaha mengkaji
permasalahan yang ada dan berusaha menawarkan solusi bagaimana penyelesaiannya.
Pada makalah kali ini, kami sebagai penyusun akan mencoba
menerangkan latar belakang dan ruang lingkup ilmu sosial dasar. Sebelum kami
menjelaskan tentang latar belakang dan ruang lingkup ilmu sosial dasar, di sini
kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang ilmu sosial, ilmu pengetahuan
sosial dan ilmu sosial dasar itu sendiri.
PEMBAHASAN
1.
Sekilas Tentang
Ilmu-Ilmu Sosial, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Dasar
a.
Ilmu-ilmu Sosial
Hingga saat ini, philosophia (filsafat) diyakini sebagai
sumber dari semua ilmu pengetahuan. Baik ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu budaya, dan
ilmu-ilmu tentang alam, jika dilihat dari asal pengembangannya, akan bermula
dari ilmu filsafat. Yang dari ilmu filsafat tersebut, lahirlah 3 cabang ilmu
pengetahuan:
1)
Ilmu-ilmu Alamiah (Natural
Sciences), meliputi: fisika, kimia, astronomi,biologi, botani dan
lain-lain.
2)
Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences),
meliputi: sosiologi, ekonomi, politik, antropologi, sejarah,psikologi, geografi
dan lain-lain.
3)
Ilmu-ilmu Budaya (Humanities),
meliputi: bahasa, agama, kesusasteraan, kesenian dan lain-lain.
Kebutuhan
manusia di era pembangunan, terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia,
mendorong kajian ilmu-ilmu social untuk terus berkembang. Di Indonesia sendiri,
perkembangan Ilmu-ilmu Sosial dapat dilihat dari kenyataan dengan didirikannya
berbagai Universitas-universitas dan Institut-institut negeri yang di dalamnya
menyelenggarakan pengajaran mengenai Ilmu Sosial.
b.
Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam dunia
pengajaran, ilmu-ilmu social telah mengalami perkembangan sehingga timbullah
paham studi-sosial (social studies), atau di Indonesia disebut Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Di Amerika Serikat sendiri, sejak tahun 1940-an
sampai saat ini, paham studi social mulai berkembang dan berpengaruh terhadap
program kurikulum di sekolah-sekolah.
Paham studi
social dipergunakan bagi keperluan pendidikan dan pengajaran, dan bukan merupakan
satu disiplin ilmu yang mandiri.
Social studies atau Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah Ilmu-ilmu Sosial yang disederhanakan untuk
tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah (elementary
and secondary school).
Dengan begitu,
Ilmu Pengetahuan Sosial ialah ilmu-ilmu social yang dipilih dan disesuaikan
bagi penggunaan program pendidikan di sekolah atau bagi kelompok belajar lainnya,
yang sederajat.
Materi dari
berbagai disiplin ilmu social seperti Geografi, Sejarah, Sosiologi,
Antropologi, Psikologi Sosial, Ekonomi, Ilmu Politik, Ilmu Hukum dan ilmu-ilmu
social lainnya, dijadikan bahan baku bagi pelaksanaan program pendidikan dan
pengajaran di sekolah dasar dan menengah.
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah bidang studi yang merupakan panduan (fusi) dari
sejumlah mata pelajaran social.
Dari uraian
tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ilmu-ilmu social merupakan dasar daru
IPS. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua ilmu-ilmu social secara
otomatis dapat menjadi bahan/pokok bahasan dalam IPS. Tingkat usia, jenjang
pendidikan dan perkembangan pengetahuan anak didik, sangat menentukan
materi-materi ilmu-ilmu social mana yang tepat menjadi bahan/pokok bahasan
dalam IPS. Di Indonesia IPS menjadi salah satu mata pelajaran dalam pembaruan
kurikulum SD, SMP dan SMA dalam kurun waktu 1975-1976, dan masih berlangsung
hingga sekarang bahkan juga diterapkan di madrasah-madrasah pesantren.
c.
Ilmu Sosial Dasar
Ilmu Sosial
Dasar (ISD) adalah suatu program pelajaran baru yang dikembangkan di Perguruan
Tinggi. Pengembangan Ilmu Sosial Dasar ini sejalan dengan realisasi
pengembangan ide dan pembaruan system pendidikan yang bersifat dinamis dan
inovatif. Ilmu-ilmu Sosial Dasar (ISD) adalah Ilmu-ilmu Sosial yang
dipergunakan dalam pedekatan, sekaligus sebagai sarana jalan keluar untuk
mencari pemecahan masalah-masalah social yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat.
Seperangkat
konsep-konsep dasar atau pengertahuan dasar ilmu-ilmu social secara
interdisiplin atau multidisiplin dipergunakan sebagai alat bagi pendekatan dan
pemecahan problema-problema yang timbul dan berkembang dalam masyarakat.
ISD memberikan dasar-dasar pengetahuan social
kepada para mahasiswa, yang diharapkan akan cepat tanggap seta mampu menghadapi
dan member alternarif pemecahan masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan
pengetahuan yang didapat melalui ISD, diharapkan mahasiswa akan mampu
mengorientasikan diri berkat penghayatan akan arah perkembangan dalam
masyarakat. Setelah mengorientasikan diri secara mantap, paling tidak ia harus
mampu mengetahui kea rah mana pemecahan jalan keluar suatu permasalahan itu
harus ditempuh. Masalah-masalah social yang berkembang sedemikian kompleks,
baik yang bersifat local, regional, nasional maupun internasional seperti
pengangguran, urbanisasi, penyelundupan narkotika, pertentangan ras dan
pergolakan politik merupakan masalah-masalah social yang harus dilihat serta
ditanggulangi dengan segala aspek pengerahuan yang terjalin satu sama lain.
2.
Latar Belakang
Ilmu Sosial Dasar
Latar belakang
diberikannya Ilmu Sosial Dasar (ISD) dimulai banyaknya kriti-kritik yang
ditunjukan pada system pendidikan di Perguruan Tinggi oleh sejumlah cendikiawan
terutama sarjana pendidikan, social dan kebudayaan. Mereka menganggap system pendidikan
yang tengah berlangsung saat ini, berbau colonial dan masih merupakan warisan
system pendidikan pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan dari "politik balas
budi" (etische politiek) yang dianjurkan oleh Conrad Theodore Van
Deventer, bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga trampil untuk menjadi
"tukang-tukang" yang mengisi
birokrasi mereka di bidang administrasi, pedagang, teknik, dan keahlian
lain dalam tujuan eksploitasi kekayaan Negara.
Tenaga ahli
yang dihasilkan oleh perguruan tinggi diharapkan memiliki tiga jenis kemampuan
yang meliputi personal, akademika dan professional.
Kemampuan
personal adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli
diharapkan memiliki pengetahuan sehingga menunjukkan sikap, tingkah laku dan
tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal
nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan dan kenegaraan (Pancasila), serta
memiliki pandangan luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah uang dihadapi
oleh masyarakat Indonesia.
Kemampuan
akademik adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lesan maupun
tertulis, menguasai peralatan analida, mampu berpikir logis, kritis, sistematis
dan analitis, mempunyai kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan
merumuskan masalah yang dihadapi serta mampu menawarkan alternative
pemecahannya.
Kemampuan
professional adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang
bersangkutan. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli dihafapkan memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
Kita telah
mengetahui bahwa Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur, yang merata, material dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam pengertian ini maka manusia
bukan hanya menjadi obyek pembangunan, tetapi yang terpenting adalah bahwa
manudia itu menjadi subyek pembangunan.
Untuk itu perlu
dilakukan berbagai upaya sehingga manusia bukan merupakan beban pembangunan,
tetapi menjadikan manusia modal atau asset (terpenting) bagi pembangunan. Dalam
masalah kependudukan pemikiran ini menjadi jelas: bagaimana menjadikan jumlah
penduduk yang besar sebagai modal pembangunan dan bukan hanya beban
pembangunan.
Dalam jangka
panjang, yang ingin dicapai bukan hanya kualitas teknis yang sangat diperlukan
untuk mendukung proses lepas-landas, melainkan juga kualitas lain yang
memungkinkan seseorang berkembang menjadi manusia utuh, yaitu manusia yang
memiliki sikap hidup yang selaras, serasi dan seimbang antara kebutuhan jasmani
dan rohani.
Namun
upaya-upaya pembangunan yang dilaksanakan pada saat ini – khususnya pada
Negara-degara sedang berkembang – menghadapi tantangan yang berat. Studi-studi
yang cermat membuktikan betapa upaya pembangunan di abad-abad lalu relative
mudah dibandingkan dengan abad 20, terutama pada akhir-akhir ini.
Pertama, bobot
penduduk yang mereka hadapi tidaklah seberat yang dihadapi oleh Negara-negara
sedang berkembang saat ini, terutama Indonesia. Perkembangan penduduk yang
tinggi, sementara kemampuan mereka untuk menghadapinya tetap tidak tinggi,
telah menimbulkan berbagai masalah di bidang social dan ekonomi.
Kedua, sebagai
pioneers, Negara-negara Barat tidak menghadapi masalah pemilihan teknologi,
apalagi pendidikan teknologi seperti yang dihadapi oleh Negara-negara sedang
berkembang saat ini. Dalam kondisi di mana kemajuan dalam bidang teknologi
komunikasi massa dan transportasi sudah sedemikian majunya, membawa pengaruh
yang besar terhadap intensitas kontak
budaya dengan kebudayaan dari luar. Di sini terjadi perobahan orientasi budaya
yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat yang
sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa.
Ketiga, hampir
semua pioneers itu ditandai oleh sifat homogenitas daripada keadaan social dan
kulturalnya, sedangkan Negara-negara sedang berkembang saat ini terpaksa
bergelut dengan masalah nation building yang rumit, sementara pada saat yang
sama pembangunan ekonomi harus mereka laksanakan. Masyarakat Indonesia adalah
merupakan masyarakat majemuk yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan,
dengan latar belakang sosio-kultural yang beraneka ragam, seperti suku bangsa,
agama dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi
ikatan-ikatan primordial, kesukuan dan kedaeraha tersebut sehingga integrasi
nasional tetap terpelihara.
3.
Ruang Lingkup
Ilmu Sosial Dasar
Ada 2 masalah
yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup
pembahasan mata kuliah Ilmu Sosial Dasar, yaitu:
1)
Adanya berbagai aspek pada
kenyataan-kenyataan yang bersama-sama merupakan suatu masalah social, sehingga
biasanya suatu masalah social bisa ditanggapi dengan pendekatan yang
berbeda-beda oleh bidang-bidang pengetahuan keahlian yang berbeda-beda, sebagai
pendekatan tersendiri, maupun gabungan (antar bidang).
2)
Adanya beraneka ragam golongan dan
kesatuan social dalam masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan
kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri, tetapi
juga adanya amat banyak persamaan kepentingan kebutuhan serta persamaan dalam
pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku yang menyebabkan adanya
pertentangan-pertentangan maupun hubungan-hubungan setiakawan dan kerjasama
dalam masarakat itu.
Berdasarkan
ruang lingkup kajian sebagaimana tersebut di atas, kiranya masih memerlukan
penjabawan lebih lanjut untuk bisa dioperasionalkan, yaitu ke dalam beberapa
pokok bahasan dan sub-pokok bahasan.
Berdasarkan
Konsorsium Antar Bidang, maka perkuliahan Ilmu Sosial Dasar dibagi ke dalam 8
Pokok Bahasan (masing-masing dengan sub Pokok Bahasan), sehingga dari
perkuliahan tersebut kepada mahasiswa diharapkan:
1)
Mempelajari dan menyadari adanya
berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat
dan kebudayaan.
2)
Mempelajari dan menyadari adanya
masalah-masalah individu, keluarga dan masyarakat.
3)
Mengkaji masalah-masalah
kependudukan dan sosialisadi serta menyadari identitasnya sebagai pemuda dan
mahasiswa.
4)
Mempelajari hubungan antara warga
Negara dan Negara.
5)
Mempelajari hubungan antara
pelapisan social dan persamaan derajat.
6)
Mempelajari masalah-masalah yang
dihadapi oleh masuarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.
7)
Mempelajari dan menyadari adanya
pertentangan-pertentangan social bersamaan dengan adanya integrasi masyarakat.
8)
Mempelajari usaha pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh manusia untuk memanfaatkan kemakmuran dan
pegurangan kemiskinan.
4.
Masalah
–Masalah Sosial dan Ilmu Sosial Dasar
Masalah-masalah
social yang dihadapi oleh setiap masyarakat manusia tidaklah sama antara yang
satu dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan tingkat
perkembangan kebudayaan dan masyarakatnya, dan keadaan lingkungan alamnya di
mana masyarakat itu hidup. Masalah-masalah tersebut dapat terwujud sebagai:
masalah social, masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama ataupun
masalah-masalah lainnya.
Yang membedakan
masalah-masalah social dari masalah-masalah lainnya adalah bahwa
masalah-masalah social selalu ada
kaitannya yang dekat dengan nilai-nilai moral dan pranata-pranata
social, serta selalu ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia dan dengan
konteks-konteks normative dimana hubungan-hubungan manusia itu terwujud
(Nisbet, 1961).
Pengertian
masalah social ada dua pengertian:
1)
Menurut umum atau warga masyarakat
bahwa segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umu adalah masalah social.
2)
Menurut para ahli masalah social
adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang
berdasarkan atas studi mereka mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan
terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Contoh: masalah
pedagang kaki lima di kota-kota besardi Indonesia.
Menurut
difinisi umum, pedagang kaki lima bukan masalah social, karena di satu pihak
para pedagang kaki lima tersebut dapat memperoleh nafkah untuk dapat
melangsungkan kehidupannya, dan di lain pihak para pembeli yaitu para warga
masyarakat dengan mudah memperoleh pelayanan dan dengan harga yang pantas untuk
taraf ekonomi mereka dari para pedagang kaki lima. Sebaliknya para ahli
perencanaan kota, ahli sosiologi dan ahli antropologi akan menyatakan bahwa
pedagang kaki lima di kota-kota menjadi sunber utama dari suatu kondisi di mana
kejahatan dengan mudah dapat terjadi.
Dengan
demikian, suatu masalah yang digolongkan sebagai masalah social oleh para ahli
belum tentu dianggap sebagai masalah social oleh umum. Sebaliknya ada juga
masalah-masalah yang dianggap sebagai masalah social oleh umum tetapi belum
tentu dianggap sebagai masalah social oleh para ahli. Oleh karena itu dengan
mengikuti batasan yang lebih tegas dikemukakan oleh lesile (1974),
masalah-masalah social dapat di definisikan sebagai: sesuatu kondisi yang
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai
sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan yang karenanya dirasakan
perlunya untuk diatasi atau diperbaiki.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka masalah-masalah social ini pengertiannya terutama
ditekankan pada adanya kondisi atau sesuatu keadaan tertentu dalam kehidupan
social warga masyarakat yang bersangkutan. Kondisi atau keadaan social tertentu, sebenarnya
merupakan proses hasil dari proses kehidupan manusia yang berusaha untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmaniyahnya (manusia harus makan, minum, buang
air, bernafas, mengadakan hubungan kelamin, dan sebagainya), kebutuhan-kebutuhan
social (berhubungan dengan orang lain, membutuhkan bantuan orang lain untuk
memecahkan berbagai masalah, dan sebagainya), dan kebutuhan-kebutuhan kejiwaan
( untuk dapat merasakan aman dan tenteram, membutuhkan cinta kasih dan sayang,
dan sebagainya).
Dalam
usaha-usaha untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia menggunakan
kebudayaan sebagai model-model petunjuk di dalam menggunakan lingkungan alamnya
dan sosialnya di masyarakat. Perwujudan ini adalah suatu kondisi atau keadaan
di mana manusia itu hidup di dalam masyarakat. Kondisi-kondisi itu bukan
sesuatu yang tetap tetapi selalu dalam proses perubahan.
PENUTUP
Dari uraian
singkat di atas, setidaknya dapat disimpulkan beberapa hal tentang latar
belakang dan ruang lingkup Ilmu Sosial Dasar.
Mengenai latar
belakang Ilmu Sosial Dasar, bermula dari banyaknya kritik-kritik yang
ditunjukan pada system pendidikan di Perguruan Tinggi oleh sejumlah cendikiawan
terutama sarjana pendidikan, social dan kebudayaan. Mereka menganggap system
pendidikan yang tengah berlangsung saat ini, berbau colonial dan masih
merupakan warisan system pendidikan pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan dari
"politik balas budi" (etische politiek) yang dianjurkan oleh
Conrad Theodore Van Deventer, bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga trampil
untuk menjadi "tukang-tukang" yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi,
pedagang, teknik, dan keahlian lain dalam tujuan eksploitasi kekayaan Negara.
Adapun ruang
lingkup pembahasan Ilmu Sosial Dasar:
1)
Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan.
2)
Individu, Keluarga, dan Masyarakat.
3)
Pemuda dan Sosialisasi.
4)
Warganegara dan Negara.
5)
Pelapisan Sosial dan Kesamaan
Derajat.
6)
Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat
Pedesaan.
7)
Pertentangan-Pertentangan Sosial dan
Integrasi Masyarakat.
8)
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Drs., H., Dkk, "Ilmu Sosial Dasar",
Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Mawari, Drs. Dan
Ir. Nur Hidayat, "Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya
Dasar", Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Herimanto, Drs., M. Pd., M. Si., dan Winarno,
S. Pd., M. Si., " Ilmu Sosial dan Budaya Dasar", Jakarta
Timur: Bumi Aksara, 2010.
Tumanggor,
Rusmin dkk., "Ilmu Sosial dan Budaya Dasar", Jakarta: Kencana,
2012.
0 komentar:
Posting Komentar